SUMENEP, koranmadura.com – Ramainya dugaan pungutan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri mendapat respon dari Dewan Pengaws Pendidikan Sumenep (DPKS).
Bahkan, dalam waktu dekat, DPKS bakal melakukan penyelidikan adanya informasi tersebut. Hal itu dilakukan untuk memastikan informasi yang ramai diperbincangkan halayak ramai.
“DPKS tidak mau program luhur Gubernur bidang pendidikan dirusak di tengah jalan. Apalagi, masalah pungutan di sekolah sudah di atur dalam Permendikbud 75 Tahun 2016. Kita akan evaluasi hal-hal yang berkaitan dengan masalah penarikan keuangan yang dilakukan di SMA,” kata Badrul Ar-Rozy, Anggota DPKS.
Sebagai langkah awal, kata dia, DPKS telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Sehingga langkah yang bakal dilakukan kedepan sesuai dengan aturan yang ada.
Sesuai aturan, DPKS memiliki peran untuk mengontrol dan dan mengawasi seputar dunia pendidikan. Sebab, itu merupakan bagian dari upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan, khususnya di kabupaten berlambang kuda terbang.
“Alhamdulillah, tadi malam, 20 Juni 2019 secara resmi, kami sudah bertemu dan berkordinasi dengan Dinas Pendidikan Jatim di ruang pertemuan di Hotel 88 Surabaya. Kita juga menyampaikan banyak hal terkait problem pendidikan di daerah, termasuk dugaan pungli jenjang SMA,” jelasnya.
Diketahui, wali siswa di SMA Negeri 2 Sumenep mengeluhkan biaya daftar ulang. Sebab, biaya daftar ulang mencapai Rp 3 Juta lebih. Termasuk pula di SMA 1 Sumenep yang biaya daftar ulangnya sekitar Rp 1 Juta per siswa.
Kepala Sekolah SMAN 2 Sumenep, Suhermono, sebelumnya mengatakan, biaya tersebut sesuai dengan kesepakatan pihak sekolah, komite, dan wali siswa.
“Untuk SPP memang dihapus, tapi untuk kegiatan dan layanan lainnya termasuk peningkatan kompetensi perlu biaya sehingga perlu partisipasi masyarakat termasuk Wali murid,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Kepala SMA Negeri 1 Sumenep, Samsul Arifin. Pihaknya mengakui jika biaya daftar ulang siswa baru di sekolahnya Rp 1 juta lebih. Menurutnya biaya tersebut untuk pembelian seragam.
“Ini sifatnya bukan paksaan, sebab siswa atau wali murid bisa membeli sendiri di luar Sekolah,” katanya. (JUNAIDI/ROS/VEM)