SUMENEP, koranmadura.com – Harga garam di tingkat petambak di Pulau Gili Raja, Kecamatan Giligenting, Sumenep, Madura, Jawa Timur, saat ini tengah anjlok. Anjloknya harga juga diikuti dengan tak lakunya garam, sehingga petambak kelimpungan.
Mereka meminta Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mampu melindungi garam dari petambak lokal. Sehingga harga garam lokal tidak akan lagi anjlok di kemudian hari.
Syahrul Gunawan, salah seorang tokoh masyarakat dan petambak garam asal Pulau Gili Raja mengatakan, saat ini harga garam berkisar antara Rp 300 ribu hingga Rp400 ribu per ton. Padahal pada musim panen sebelumnya harga garam masih Rp 700 ribu per ton.
“Sejak beberapa bulan lalu harga garam terus turun, hingga saat ini menjadi Rp 300 per kilogram,” katanya.
Selain itu, kata dia, ditengah anjloknya harga garam, petambak juga diresahkan dengan tidak lakunya garam. Saat ini tidak satupun pedagang yang mau membeli garam ditingkat petambak.
“Biasanya banyak pedagang yang ke sini untuk membeli garam, tapi saat ini sepi,” jelasnya.
Jika harga garam bertahan diangka Rp 300, kata dia, maka petambak dipastikan merugi. Sebab, biaya operasional yang dikeluarkan cukup banyak, bahkan hanya cukup untuk biaya kuli.
“Biaya angkut dari tambak ke gudang Rp 150 ribu per ton, ditambah biaya angkut dari gudang ke perahu Rp 150 ribu per ton, itu belum lagi biaya ongkos perahu untuk membawa ke daratan. Ya pasti rugi,” jelasnya.
Biasanya, kata dia, hasil produksi garam di Gili Raja dijual ke Kecamatan Kalianget atau dikirim ke Situbondo melalui pelabuhan Panarokan.
Diketahui, luas lahan pegaraman di Pulau Gili Raja diperkirakan mencapai 10 hektar lebih yang tersebar di tiga desa, yakni Desa Banbaru, Lombang, dan Desa Banmaleng.
Anjloknya harga garam karena tidak adanya regulasi yang melindungi petambak, ditambah saat ini pemerintah masih melakukan impor garam. “Kami jangan dijastis anti impor, tapi kami juga diperhatikan agar kami tidak merugi,” ungkapnya.
Mestinya, kata Syahrul, pemerintah juga memberi kewajiban pada importir untuk menyerap garam lokal. Sehingga penyerapan garam ada keseimbangan antara garam impor dan garam lokal. Apalagi mulai Agustus mendatang diperkirakan di Kabupaten Sumenep memasuki panen raya.
“Aturannya kan bisa dibuat oleh Pemerintah selaku pengendali kebijakan,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perikanan Sumenep, Arief Rusdi mengaku tidak bisa berbuat banyak soal harga garam. Hanya saja mantan Kepala Dinas Peternakan itu meminta petambak untuk tetap mempertahankan kualitas.
Dia meyakini apabila kualitas bagus, maka harga garam dipastikan akan lebih mahal. “Kalau kualitasnya meningkat maka harga yang diinginkan akan tercapai,” katanya. (JUNAIDI/ROS/VEM)