SUMENEP, koranmadura.com – H. Iskandar, politisi PAN resmi diberhentikan menjadi Anggota DPRD Sumenep sejak 2 Februari 2018. Itu setelah turunnya Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Timur Nomor 171.435/151/011.2/2018.
Saat itu posisi H. Iskandar sebagai Anggota Komisi II digantikan oleh Ahmad sebagai Caleg dengan perolehan suara terbanyak kedua dari Dapil V Sumenep.
Namun, Iskandar mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya atas pemberhentian dirinya. Hasilnya PTUN mengabulkan semua gugatan yang diajujan. Setelah itu termohon yakni Gubernur Jawa Timur selaku tergugat I dan Ahmad selaku tergugat II mengajukan banding ke PT TUN Surabaya dan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Dua pengadilan tinggi itu menolak banding dan kasasi yang diajukan tergugat. Dengan begitu maka SK pemberhentian Iskandar semestinya gugur dan Iskandar kembali menjadi Anggota DPRD Sumenep.
Kuasa Hukum Iskandar Abdullah Ario mengatakan, pasca putusan MA sedianya Pemerintah Provinsi Jawa Timur mencabut SK pemberhentian Iskandar. Dengan begitu Iskandar secara sah menajadi anggota DPRD Sumenep periode 2014-2019 sebagaimana SK sebelumnya.
“Kalau sudah turun (eksekusi putusan MA) itu, maka secara otomatis pemberhentian Pak Iskandar (tidak berlaku dan) bisa aktif kembali (jadi Anggota DPRD Sumenep),” katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan teleponnya, Senin, 15 Juli 2019.
Menurutnya, pengangkatan Iskandar menjadi Anggota DPRD pasca Putusan MA tidak harus melalui proses pergantian antar waktu (PAW). “Tidak ada (tidak usah PAW,” tegasnya.
Hanya saja kata dia, meskipun Putusan MA telah turun, hingga ini saat Pemerintah Provinsi Jawa Timur belum melakukan eksekusi. Berdasarkan mediasi, Pemerintah Provinsi menyatakan siap menjalankan sesuai putusan MA tersebut.
Apabila dalam waktu dekat tidak kunjung dilakukan eksekusi kata dia, maka dirinya bakal melakukan upaya paksa. Sebab perkara itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht).
Oleh sebab itu dirinya berharap agar Pemerintah Provinsi untuk segera menjalankan amanah sesuai putusan MA. “Dari pada nanti ada upaya paksa, tentu saat ekesekusi dengan denda (yang ditanggung) Gubernur. (Kalau sudah eksekusi paksa) ada konsekuensi juga pada Gubernur nanti,” tegasnya.
Pada 12 Maret 2019 MA menolak kasasi yang diajukan oleh Gubernur Jawa Timur dan Ahmad atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya yang mengabulkan gugatan Iskandar atas SK Gubernur Jatim tentang pemberhentian Iskandar sebagai anggota DPRD Sumenep.
Ada tiga pokok perkara dalam surat putusan MA nomor 105 K/TUN/2019 tersebut. Yakni, menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I Gubernur Jawa Timur, Menyatakan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II Ahmad tidak diterima, menghukum Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sejumlah Rp 500 ribu.
Putusan MA tersebut menguatkan putusan PTUN Surabaya nomor 35/G/2018/PTUN.SBY tertanggal 12 Juli 2018. Dalam pututsan tersebut, PTUN memutuskan mengabulkan gugatan Iskandar atas SK Gubernur Jatim tentang PAW. (JUNAIDI/SOE/DIK)