SUMENEP, koranmadura.com – Dalam rangka Tahun Kunjungan Wisata atau Visit Sumenep 2019, Pemerintah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, melalui Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) akan menggelar Festival Garam pada 16 Agustus.
Festival Garam digelar karena Kabupaten Sumenep merupakan salah satu wilayah utama penghasil garam Nasional. Di samping itu, festival ini juga bertujuan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke kabupaten paling timur Pulau Madura.
Meski begitu, Festival Garam tampaknya mendapat respons kurang baik dari sebagian kalangan masyarakat. Pasalnya, festival ini akan dilaksanakan di waktu yang kurang pas mengingat sekarang harga garam anjlok.
Salah seorang tokoh pemuda asal Kecamatan Kalianget, Set Wahedi, mengatakan pada dasarnya Festival Garam tak masalah diselenggarakan. “Hanya saja menurut saya waktunya tidak tepat. Karena festival biasanya identik dengan pesta rakyat,” ujarnya, Rabu, 14 Agustus 2019.
Apalagi, sambungnya, jika festival ternyata diselenggarakan tanpa melibatkan dan memperhatikan nasib warga setempat serta konsepnya tak menyuarakan nestapa para petambak di saat harga garam anjlok seperti sekarang.
“Bila semua itu yang terjadi, bisa disimpulkan secara tidak langsung Pemkab Sumenep ingin ‘menari’ di atas nestapa petambak garam. Tqpi kalau tetap ingin dilaksakan, paling tidak festival itu harus menyuarakan nestapa petambak di saat harga garam anjlok,” tegasnya.
Di samping itu, Set Wahedi juga mengingatkan agar pihak pelaksana nantinya tidak sampai mengklaim budaya Nyadher bagian dari Festival Garam. “Upacara Nyadher jangan sampai diklaim sebagai bagian dari festival,” kata dia.
Kepala Disparbudpora Sumenep, Carto, tidak menyampaikan secara detil mengenai konsep Festival Garam tersebut. Namun melalui festival tersebut, minimal masyarakat petambak garam bisa belajar lagi cara produksi garam tempo dulu. Termasuk seperti apa sejarahnya.
Di samping itu, semangat dari diselenggarakannya festival ini ialah untuk menyuarakan nestapa para petambak garam di saat harga anjlok. Supaya penyampaian aspirasi tidak melulu dengan cara demonstrasi dan sebagainya.
“Akhirnya akan ke sana (menyuarakan nestapa petambak garam, red.). Pembicaraannya tidak putus, Festival Garam selesai, selesai. Banyak kelanjutannya. Kan, bisa dengan cara itu, dengan cara seni. Orang menanggapi bagaimana, ya, terserah. Pikiran orang, kan, bermacam-macam?,” ujarnya.
Pastinya, sambung mantan Asisten Setkab Sumenep ini, merupakan iktikad baik dari Pemkab Sumenep untuk menyejahterakan masyarakat yang karenanya pasti melibatkan masyarakat. Khususnya yang mau terlibat. “Yang tidak mau, ya, sudah. Kalau dibolehkan,” tegas dia.
Festival Garam akan dilaksanakan di Desa Karanganyar, Kecamatan Kalianget. “Karena tidak boleh melibatkan dan kami tidak ingin menggnggu Nyadher,” pungkasnya. (FATHOL ALIF/SOE/VEM)