BANGKALAN, koranmadura.com – Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Desa Lajing, Kecamatan Arosbaya, malakukan konferensi pers Kamis, 1 Agustus 2019. Hal itu dilakukan setelah PKH dituduh mangambil uang dari Keluarga Penerima Manfaat (KPM) desa setempat.
Sebelumnya, beberapa warga Desa Lajing mendatangi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangkalan untuk mengadu tidak cairnya bantuan PKH.
Dalam aduan itu, Nurhayati (55), hanya mendapat bantuan PKH sebanyak 4 kali selama 3 tahun. Namun ketika rekeningnya dicetak ternyata tanpa disadari ada transaksi pengambilan uang dengan sisa Rp 60 ribu.
Tak hanya itu, Satima (50), penerima manfaat lainnya, hanya memegang rekeningnya saja, namun dia mengaku tidak pernah mendapatkan uang selama memegang rekening bantuan.
Pendamping PKH Desa Lajing, Abdurrahaman menjelaskan, jika Nurhayati ini awalnya bukan penerima manfaat. Menurutnya, penerima manfaat itu atas nama Sumarilah. Karena dia meninggal, bersamaan dengan suaminya, maka digantikan kepada Sofia yang mengaku sebagai anak kandung dari Sumarilah saat itu. Namun sebenarnya Sofia ini sebagai cucu dari Sumarilah atau anak dari Nurhayati.
“Kenapa saat itu dapat bantuan, karena ada nama Sofia yang mengaku sebagai anak dari pada Sumarilah, tapi kebenarannya Sofia ini anak dari Nurhayati, karena saya kasihan maka dikasihkan kepada Sofia dengan membuktikan Sofia tersebut benar-benar sekolah,” katanya.
Namun ada syarat agar bantuan itu bisa dicairkan. Menurut Abdurrahman, dia harus membuktilan bahwa anak tersebut benar-benar sekolah dengan dibuktikan meminta surat pengantar.
“Bisa berlanjut bantuan ini asal bisa membuktikan bahwa yang bersangkutan benar-benar sekolah dengan surat keterangan aktif belajar,” katanya.
Namun dalam waktu satu tahun, Sofia tidak membuktikan dengan surat keterangan aktif sekolah sehingga terpaksa dicabut sebagai penerima manfaat. “Secara otomatis bantuannya tidak bisa keluar karena tidak bisa membuktikan bahwa sofia aktif sekolah,” paparnya.
Sedangkan kasus Satima, menurut Abdurrahman dia memiliki anak yang pada saat itu sekolah SMP, namun ketikan lulus SMP dan melanjutkan ke SMA, dia tidak bisa membuktikan bahwa anak tersebut aktif sekolah, sehingga secara otomatis bantuannya tidak cair.
“Karena jika lulus SMP, dan melanjutkan SMA maka harus ada surat keterangan aktif sekolah jika ingin melanjutkan bantuannya,” katanya.
Abdurrahman membantah bahwa pihaknya memegang kartu KPM, selain itu juga pihaknya merasa dirugikan karena dituduh mengambil uang KPM.
“Saya tidak pernah memegang kartu KPM selama ini, bahkan saya tidak mengambil uang sedikitlun dari KPM,” bantahnya. (MAIL/ROS/VEM)