SUMENEP, koranmadura.com – Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terus menuai kontroversi. Itu terjadi disebabkan karena peraturan yang dianggap kurang memihak kepada masyarakat.
Salah satunya mengenai scoring bagi desa yang calonnya di atas lima orang. Dimana mantan Kepala Desa dan Ketua Badan Permusyawaratan Rakyat (BPD) mendapat score tertinggi. Sehingga menimbulkan gejolak karena banyak warga yang terancam gagal nyalon karena poin yang didapat kalah dengan calon yang berpengalaman di kepemerintahan.
Baca: Tolak Cakades Luar, Warga Bentrok di Sekretariat Pilkades Aeng Baja Kenek
Menanggapi hal itu, Ketua Pemuda Muhammadiyah Sumenep Affandi Ubala mengatakan, pemerintah diminta bijak dalam menyikapi persoalan tersebut, salah satunya dengan cara membuat aturan yang benar-benar memberikan rasa aman bagi masyarakat.
“Aturan dibuat untuk memberikan keadilan bagi semua orang. Karena, di depan hukum, semua sama. Untuk itu, aturan tidak boleh menguntungkan salah satu pihak dan tak diperbolehkan diskriminatif,” kata dia.
Baca: Perda Baru Tidak Menggugurkan Nilai ‘Scoring’ Pilkades Serentak
Pemberlakuan scoring itu merupakan amanat Peraturan Bupati Nomor 39 Tahun 2019. Dalam Perbup itu terdapat tiga aspek yang menjadi penentu score, yakni Pengalaman Pemerintahan, Pendidikan dan Usia.
Hanya saja, lahirnya Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2019 tentang Desa menegaskan jika sistem scoring perlu ada tambahan. Sehingga penetapan calon tidak seutuhnya mengacu pada scoring yang diatur dalam Perbup itu.
Affandi sepakat apabila direvisi dengan catatan memperhatikan sejumlah sisi. Terutama sisi stabilitas keamanan. “Semua unsur harus menjadi pertimbangan. Terutama unsur keadilan. Karena, aturan itu untuk melindungi semuanya,” tegas pria yang saat ini masih menempuh S2 itu.
Baca: Pilkades Serentak di Sumenep Diwarnai Persoalan, Legislatif Panggil Eksekutif
Untuk diketahui, gejolak warga di sejumlah desa saat ini terus berlanjut. Rabu, 28 Agustus 2019 sejumlah warga Desa Aeng Baja Kenek, Kecamatan Bluto sempat bentrok. Kericuhan itu disebabkan karena warga menolak calon kepala desa dari luar desa setempat.
Aksi penolakan calon luar juga sempat terjadi di Desa Sera Timur Kecamatan Bluto, Desa/Kecamatan Ganding, Desa Lenteng Timur, Kecamatan Lenteng dan juga sejumlah desa di Kepulauan Sumenep. (JUNAIDI/ROS/DIK)