SUMENEP, koranmadura.com – Meski baru disahkan, Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 54 tahun 2019 menuai kritik. Salah satunya dari Garda Advokasi dan Supremasi Hukum Indonesia (GASHINDO).
Ketua Pembina GASHINDO Rausi Samkrano mengatakan, hasil kajian yang dilakukan terdapat beberapa poin yang dianggap rentan dipersoalkan. Salah satunya terdapat Pasal 35 ayat 4 yang mengatur tentang penunjukan pihak ketiga dalam melakukan tes bagi calon kepala desa yang lebih dari lima orang.
Tersebut, kata dia, tidak diatur bagaimana tahapan penunjukan pihak ketiga. Sehingga integritas dan kapabilitas pihak ketiga nanti patut dipertanyakan. “Ini menyangkut persoalan hasil, apakah layak atau tidak diterima hasil seleksi yang dilakukan,” kata dia, Selasa, 3 September 2019.
Baca: Efek Gonta-ganti Perbup, Politisi PDI Perjuangan Minta Bupati Reorganisasi Tim Hukum
Selain itu, kata dia, bentuk uji kelayakan dilakukan melalui focus group discussion (FGD) sebagaimana diatur dalam ayat 5. Metode ini, kata dia, rentan dimanfaatkan oleh calon yang memiliki kemampuan orasi dan diskusi. Sehingga tim penilai nantinya akan kesulitan untuk memberikan penilaian karena tim tidak mungkin jeli melihat dan mengatur jalannya diskusi.
“Sisi lain bisa diuntungkan, karena semua calon bisa melihat potensi dan kemampuan masing-masing calon dan bisa saling berargumen,” jelasnya.
Dalam perbup 54/2019 itu, kata dia, tidak mengatur tentang sengketa hasil Pilkades yang rentan dipermasalahkan melalui jalur hukum. Terkadang, kata dia, putusan majelis hakim menganulir hasil pelaksanaan Pilkades yang dilaksanakan panitia.
“Ini juga patut diantisipasi, apakah meski bermasalah pemenang tetap dilantik atau menunggu hingga proses hukum incrakh, itu tidak diatur dalam Perbup,” jelasnya
Bahkan, lanjut mantan aktivis Malang itu, lahirnya Perbup 54/2019 menganulir semua sandaran hukum pelaksanaan Pilkades serentak. Sebab, dalam Pasal 84 menyatakan semua payung hukum pelaksanana pesta demokrasi tingkat desa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Padahal, kata Rausi, semua tahapan dan proses Pilkades yang sudah berjalan menggunakan aturan lama, yakni Perbup Nomor 39/2019. “Ini berpotensi untuk dipersoalkan apabila tidak ada klausul penjelas terhadap aturan ini. Karena dalam Perbup yang baru itu tidak ada pengecualian karena tidak menggunakan frase, misalnya pasal-pasal yang bertentangan dengan peraturan ini yang baru itu,” jelasnya.
Baca : PAN Pamekasan Sesalkan Ucapan “Demo Bayaran” Bupati Baddrut Tamam
Kendati begitu, secara umum, Rausi mengapresiasi kerja Pemerintah Daerah karena dalam rentan waktu yang singkat bisa menyusun aturan baru sebagai solusi carut marutnya tahapan Pilkades serentak tahun 2019 ini. “Semoga saja nanti lahirnya Perbup ini tidak menimbulkan gejolak baru, sehingga pelaksanan Pilkades berjalan kondusif,” harapnya.
Untuk diketahui, pertama pijakam hukum pelaksanaan Pilkades serentak tahun 2019 mengacu pada Perbup Nomor 27 tahun 2019 yang ditetapkan pada 15 Mei 2019. Namun, perabup itu tidak berlaku pasca lahirnya Perbup Nomor 39 tahun 2019 yang disahkan pada 21 Juni 2019.
Kedua Perbup itu sebagai turunan dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2014 tentang Pedoman Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa.
Namun, pada 23 Agustus 2019 Perda Nomor 8/2014 direvisi menjadi Perda Nomor 3 tahun 2019 tentang Desa. Dengan begitu kedua Perbub juga harus direvisi. Saat ini lahirlah Perbup Nomor 54/2019 tentang Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa. Dengan begitu, pelaksanaan Pilkades serentak saat ini mengacu pada Perbup Nomor 54/2019 yang baru disahkan pada 30 Agustus 2019. (JUNAIDI/ROS/VEM)