Oleh: MH. Said Abdullah*
Apa sebenarnya yang terjadi di tengah masyarakat negeri ini. Demikian mudah terperangkap simbol, bungkus, kurungan, seremoni dan hal-hal elementer lainnya. Lebih parah lagi ketika hal-hal bersifat permukaan itu kadang mengabaikan dan mengalahkan subtansi.
Yang memprihatinkan, cara berpikir dan berperilaku kurang lazim sering pula dilakukan mereka yang berpendidikan serta memiliki kewenangan luas. Dampaknya menjadi sangat terasa sehingga meruntuhkan pilar-pilar yang sudah lama dibangun susah payah.
Pertikaian Djarum Foundation dengan KPAI contoh paling aktual yang menghebohkan jagad pemberitaan mainstream dan media sosial. Sebuah pameran tentang betapa mudah persoalan besar pembinaan olahraga bulutangkis terporak poranda hanya karena persepsi simbolik.
Djarum Foundation sudah 50 tahun berkiprah dalam pembinaan bulutangkis di negeri ini. Ratusan bahkan ribuan anak-anak negeri ini direkrut, dibina dan dibekali keterampilan untuk kemudian berprestasi mengharumkan nama Indonesia di dunia. Sulit mengingkari kiprah yang sudah meninggalkan jejak panjang dengan prestasi yang sangat membanggakan seluruh rakyat negeri ini.
KPAI memang harus dihormati kewenangannya. Bagaimanapun sebagai lembaga formal keberadaan dan parameter kerja KPAI atas dasar UU.
Masalahnya mengapa relasi antar dua institusi itu gagal mencari solusi cerdas. Bukankah kedua lembaga secara riil sama-sama berkiprah demi kepentingan anak-anak negeri ini. Djarum Foundation berkiprah membina anak-anak agar berprestasi sementara KPAI memberikan perlindungan kepada anak-anak.
Sangat jelas dua lembaga itu dari anatominya justru lebih memiliki potensi bersinergi. Terasa aneh bila yang terjadi sebaliknya: terjebak pertikaian. Apalagi ketika kemudian dua kekuatan yang DNAnya sangat bisa saling bersinergi justru menimbulkan kerugian bagi kepentingan anak-anak negeri ini.
Ironis sekali dua lembaga yang keberadaannya melindungi dan memberikan ruang seluas-luasnya untuk pengembangan prestasi anak karena perbedaan persepsi akan menyebabkan tertutup harapan dan cita-cita sebagian anak-anak negeri ini.
Di tengah-tengah tantangan berat dalam proses mempersiapkan generasi mendatang dan perkembangan kehidupan yang makin menuntut perhatian kepada anak-anak ‘seharusnya’ kedua belah pihak berpikir jernih mencari titik temu terbaik.
Masih banyak anak-anak bertebaran bertarung mengarungi hidup tanpa harapan di tengah belantara keras tanpa kehadiran perhatian memadai. Janganlah karena ego kelembagaan secara tak langsung menambah jumlah anak-anak kesepian yang jauh dari pembinaan terbaik.
Pikirkan satu saja: anak-anak berprestasi jangan sampai kehilangan harapan. Anak-anak pewaris masa depan harus mendapat haknya, jangan sampai mereka menjadi korban kepentingan apapun.
*Anggota DPR R