SUMENEP, koranmadura.com – Sejumlah Fraksi di DPRD Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, bersepakat untuk mengajukan hak interpelasi kepada dewan. Hak interpelasi ini menyangkut skoring atas bakal calon kepala desa sebelum akhirnya ditetapkan Peraturan Bupati (Perbup) No. 54 tahun 2019 tentang pencalonan pemilihan kepala desa.
Perbup ini diyakini sebagai Perbup No. 27 tahun 2019 yang lebih dulu lahir sebagai acuan rekrutmen calon kades. Namun, perbup baru dimaksud dianggap semakin meresahkan masyarakat dan oleh karena itu dinilai layak untuk dipertanyakan melalui interpelasi.
Sejak diundangkan, Perbup No. 27 tahun 2019 memunculkan protes masyarakat. Pertama, sejumlah warga mendatangi gedung DPRD pada awal September lalu. Massa dari berbagai lapisan ini menyoal Perbup dimaksud karena tidak pro poor.
Salah satu indikasi Perbup yang dianggap tidak pro poor antara lain lantaran skoring berpihak kepada kaum borjuis yang telah pernah menjabat sebagai kepala desa, BPD, perangkat desa dan atau di tempat lain yang memiliki kaitan dengan pemerintahan.
Pada minggu kedua Sptember ini, massa kembali datang ke gedung DPRD untuk menyuarakan tuntutan yang sama. Massa dari berbagai elemen ini kembali menyoroti perbup yang menguntungkan penguasa dan atau yang pernah berkuasa. Misalnya, skoring atas warga yang belum memiliki pengalaman di bidang pemerintahan (desa) terpaut jauh dibanding warga yang pernah dan atau sedang menjabat di pemerintahan desa.
Perbedaan perlakuan ini dianggap sebagai cara-cara orde baru yang mencederai demokrasi. Oleh sebab itu, publik memandang perbup yang antidemokrasi itu perlu dicabut untuk dan atas nama keadilan.
Tetapi bagi para politisi, peninjauan kembali atas perbup dimaksud bukan semata-mata karena gelombang unjuk rasa. Namun, ada pertimbangan lain yang menjadi aspek pemenuhan nilai keadilan rakyat semesta. Padahal, dari sisi kualitas calon yang belum pernah menjabat kepala desa boleh jadi dari sudut SDM lebih mumpuni.
Selain itu, biaya Pilkades serentak yang mencapai lebih dari Rp 20 miliar, bagi politisi menjadi penting untuk disoal dalam interpelasi dan alasan lainnya yang sedang dimatangkan sejumlah fraksi.
Jubriyanto, Ketua Fraksi Gerindra mengakui Perbup pemilihan kepala desa meresahkan. Pertama, dia menjelaskan soal skoring yang jomplang antara yang pernah dan yang belum pernah memiliki pengalaman kerja di pemerintahan. Jubri menanyakan, jaminan yang pernah berpengalaman kerja lalu menjadi lebih berkualitas.
Kedua, mantan sekretaris desa Bilepaora Rebba ini menilai perbup berpotensi ajang jual beli calon dari kelompok tertentu di desa tertentu pula. Tujuannya, calon yang tidak dikehendaki oknum bakal calon tertentu terjerembab ke peringkat bawah. “Banyak hal yang bisa disoal karena itu Gerindra bersepakat bila fraksi-fraksi meminta hak interpelasi,” kata jubri, menjelaskan.
Sementara Ahmad Jazuli, Ketua Fraksi Demokrat, memahami Perbup harus lahir sebagai konsideran pelaksanaan Pilkades. Namun, katanya, Perbup yang seperti apa, ke mana konsiderannya, legal standingnya bagaimana, pro rakyat atau tidak, dan siapa yang lebih diuntungkan dengan perbup itu. Karena itu, fraksi yang dipimpinnya menilai layak interpelasi menggelinding di gedung DPRD.
“Supaya tuntas, Perbup itu kan tidak sekadar Perbup tetapi seharus memuat aspek legal dan social justice,” ungkap Jazuli, menerangkan.
Untuk diketahui, hak interpelasi adalah hak setiap anggota dewan untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat.
Mengacu kepada tata tertib DPRD Kabupaten Sumenep yang lama (karena yang baru belum incraht, red), pengajuan hak interpelasi bisa diloloskan apabila diusulkan oleh sekurang-kurangnya dua fraksi. Selanjutnya, DPRD (pimpinan) dapat mempertimbangkan untuk diloloskan jika anasir di dalamnya memenuhi syarat.
Dalam hal-hal memenuhi syarat pimpinan DPRD tidak memuluskan usulan hak interpelasi, fraksi atau anggota DPRD berwenang untuk mengajukan mosi tidak percaya kepada pimpinan dewan. Bila pimpinan dewan dianggap cacat politik, sehingga dinamika parlemen berpotensi tidak kondusif. (DAN/ROS/DIK)