SUMENEP, koranmadura.com – Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Irwan Hayat mendorong pemanfaatan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk penanggulangan kekeringan. Salah satunya dengan cara melalukan pengeboran untuk mencari sumber mata air.
“Kami rasa sangat bisa jika DD dan ADD itu dialokasikan untuk mengatasi kekeringan,” katanya saat dikonfirmasi media ini, Rabu, 23 Oktober 2019.
Tahun 2019, plafon DD untuk Kabupaten Sumenep sekitar Rp 123 miliar. Dengan plafon anggaran yang cukup besar ditambah ADD, maka pagu bantuan yang dikelola oleh desa rata-rata diatas Rp 1 miliar lebih.
Selain pengeboran air kata dia DD-ADD juga bisa dialokasikan untuk program reboisasi atau penghijauan. Itu sebagai upaya untuk mengatasi kekurangan air dikala musim kemarau panjang.
Penghijauan bisa mengurangi konversi lahan di daerah hulu. Hal ini akan mengurangi aliran permukaan dan penguapan sehingga air tanah akan tersedia lebih lama. Karena tanaman yang ditanam pada lahan-lahan kosong dapat menjaga dan mengikat butiran tanah saat terjadi hujan. Tanaman yang rapat juga bisa meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap air hujan. Sehingga saat musim kemarau tanah tidak cepat kering.
“Nanti kami akan bawa program ini ditingkat kabupaten, sehingga menjadi pertimbangan dinas terkait untuk diprogramkan kedepan,” jelasnya.
Apakah tidak menyalahi aturan? Pria yang menjabat sebagai Anggota Komisi I DPRD Sumenep itu mengatakan, penggunaan DD-ADD untuk pengeboran air dan penghijauan tidak masalah. Karena pada dasarnya program pemerintah itu akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Apalagi air merupakan masuk kebutuhan yang sangat urgen untuk menunjang kehidupan.
“Saya rasa tidak masalah, untuk pengadaan mobil boleh kok, apalagi ini menjadi kebutuhan masyarakat,” tegasnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep beberapa waktu lalu meminta desa saling bersinergi dengan desa lain untuk memenuhi kebutuhan air saat musim kemarau. Sehingga kebutuhan air di desa tertentu bisa terpenuhi.
“Kita upayakan antar desa, ini merupakan program kami dalam jangka panjang. Kalau jangka pendek, kami akan menyalurkan bantuan berupa suplai air,” kata R. Rahman Riadi, Kepala BPBD Sumenep,
Pola pemenuhan kebutuhan air itu kata dia bisa menggunakan dana desa (DD). Sesuai aturan, DD bisa digunakan untuk penanggulangan bencana salah satunya kekeringan.
Dengan begitu, maka desa yang memiliki sumber mata air bisa melakukan kerjasama dengan desa yang krisis air bersih ketika musim kemarau. “Sesuai Permendes (Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi) itu (DD) boleh digunakan untuk bencana,” jelasnya.
Selain itu, kerjasama antar desa juga bisa dilakukan dalam pengadaan sarana. Semisal pengadaan tandon air, sebab hasil evaluasi yang dilakukan, jika pola pendistribusian dilakukan dengan cara manual dengan cara drigen dijejer saat pendistribusian, maka droping air yang dilakukan sangat lambat.
Namun, jika tandon air sudah tersedia maka pendistribusian akan semamakin cepat. “Sekali droping kami kirim 6 ribu liter, kalau memakai pola tradisional maka membutuhkan waktu 1,5 jam. Tapi, kalau tandon air sudah ada, pendistribusian hanya butuh 15 menit. Sehingga prosesnya lebih cepat untuk bergerak ke daerah lain, kami kira ini efektif,” jelasnya.
Selain ada upaya membantu antar desa, kata dia juga bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan desa melalui PADes. “Itu bisa diatur nanti di APBdes,” tegasnya.
Sesuai data BPBD, terdapat 27 desa yang rawan kekeringan, 10 desa masuk kekeringan kritis dan 17 desa lain masuk zona kekeringan langka.
Kategori daerah kering langka apabila masyarakat untuk mendapatkan air bersih harus menempuh jarak diatas 3 kilometer. Sementara kriteria desa kering langka apabila untuk mendapatkan air bersih berjarak 0,5 – 3 kilometer. (JUNAIDI/ROS/DIK)