KORANMADURA.com – BMKG mencatat 924 gempa terjadi di wilayah Indonesia selama September 2019. Jumlah itu meningkat jika dibanding catatan Agustus 2019.
“Total gempa bumi tektonik yang terjadi sepanjang bulan September sebanyak 924 kali. Total jumlah gempa ini meningkat drastis jika dibanding bulan Agustus 2019 yang hanya sebanyak 673 kali gempa,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam keterangan tertulis, Jumat (4/10/2019).
Daryono mengatakan, sepanjang September 2019, aktivitas gempa di wilayah Indonesia didominasi oleh gempa kecil dengan magnitudo kurang dari 5,0 sebanyak 895 kali. Sementara gempa dengan magnitudo lebih dari 5,0 pada September terjadi sebanyak 29 kali.
“Sementara gempa merusak di bulan September hanya terjadi 2 kali, yaitu gempa Halmahera Selatan pada 15 September 2019 dengan magnitudo 6,0 yang merusak beberapa rumah di Halmahera selatan, dan gempa Kairatu-Ambon yang terjadi pada 26 September 2019 dengan magnitudo 6,5. Gempa ini merusak ribuan bangunan rumah, puluhan orang meninggal, ratusan orang mengalami luka-luka, dan ribuan orang mengungsi,” tuturnya.
Sementara itu, hingga pukul 13.00 WIB hari ini, ada 1.017 kali gempa susulan yang 111 kali di antaranya dirasakan masyarakat. Daryono mengatakan banyaknya jumlah aktivitas gempa susulan ini hal yang wajar karena setiap gempa kuat lazim diikuti serangkaian gempa susulan.
“Banyaknya gempa susulan mencerminkan karakteristik kondisi batuan di zona gempa yang rapuh (brittle). Namun patut disyukuri bahwa hasil monitoring BMKG menunjukkan tren frekuensi kejadian gempa susulan semakin mengecil,” tuturnya.
Selain itu, dia menjelaskan bahwa penyebab banyaknya gempa yang terjadi di Indonesia selama ini. Menurutnya, wilayah Indonesia merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks.
“Wilayah Indonesia juga memiliki kompleksitas tektonik, karena banyaknya sebaran sumber gempa baik bersumber dari zona subduksi megathrust maupun dari sesar aktif,” jelasnya.
“Selain sumber gempa megathrust, di Indonesia terdapat lebih dari 295 sesar aktif, termasuk yang belum teridentifikasi hingga saat ini,” pungkasnya. (DETIK.com/ROS/VEM)