SUMENEP, koranmadura.com – Pemerintah setiap tahun terus memberikan bantuan miliaran rupiah kepada desa. Bantuan itu diberikan melalui program Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).
Tahun 2019, plafon DD untuk Kabupaten Sumenep sekitar Rp 123 miliar. Dengan plafon anggaran yang cukup besar ditambah ADD, maka pagu bantuan yang dikelola oleh desa rata-rata di atas Rp 1 miliar lebih. Meski mayoritas penggunaannya untuk pembangunan infrastruktur, namun nampaknya belum berdampak pada masyarakat, utamanya saat musim kemarau.
Buktinya, saat musim kemarau panjang sejumlah daerah masih mengalami kekeringan. Tidak hanya di kecamatan daratan, di daerah kepulauan sebagian warga Kecamatan Kangayan, Pulau Kangean juga mengalami kekeringan. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, mereka harus membeli yang dipasok dari pulau lain.
“Harus ada evaluasi atas penggunaan DD maupun ADD. Kami kira persoalan kekeringan ini menjadi urgen di masyarakat,” kata Rausi Samorano, Pengamat Kebijakan Publik dan Advokasi, Selasa, 22 Oktober 2019.
Menurutnya, Pemerintah Daerah mestinya bisa meberikan pandangan atas kebutuhan masyarakat. “Jadi, penggunaan DD-ADD setiap tahun tidak hanya pembangunan jalan, apalagi gapura yang manfaatnya kurang di rasakan oleh masyarakat,” jelasnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep beberapa waktu lalu meminta desa saling bersinergi dengan desa lain untuk memenuhi kebutuhan air saat musim kemarau. Sehingga kebutuhan air di desa tertentu bisa terpenuhi.
“Kita upayakan antar desa, ini merupakan program kami dalam jangka panjang. Kalau jangka pendek, kami akan menyalurkan bantuan berupa suplai air,” kata R. Rahman Riadi, Kepala BPBD Sumenep.
Pola pemenuhan kebutuhan air itu, kata dia, bisa menggunakan dana desa (DD). Sesuai aturan, DD bisa digunakan untuk penanggulangan bencana salah satunya kekeringan.
Dengan begitu, maka desa yang memiliki sumber mata air bisa melakukan kerjasama dengan desa yang krisis air bersih ketika musim kemarau. “Sesuai Permendes (Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi) itu (DD) boleh digunakan untuk bencana,” jelasnya.
Selain itu, kerjasama antar desa juga bisa dilakukan dalam pengadaan sarana. Semisal pengadaan tandon air, sebab hasil evaluasi yang dilakukan, jika pola pendistribusian dilakukan dengan cara manual dengan cara jeriken dijejer saat pendistribusian, maka bantuan air yang dilakukan sangat lambat.
Namun, jika tandon air sudah tersedia maka pendistribusian akan semamakin cepat. “Sekali droping kami kirim 6 ribu liter, kalau memakai pola tradisional maka membutuhkan waktu 1,5 jam. Tapi, kalau tandon air sudah ada, pendistribusian hanya butuh 15 menit. Sehingga prosesnya lebih cepat untuk bergerak ke daerah lain, kami kira ini efektif,” jelasnya.
Selain ada upaya membantu antar desa, kata dia juga bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan desa melalui PADes. “Itu bisa diatur nanti di APBdes,” tegasnya.
Sesuai data BPBD, terdapat 27 desa yang rawan kekeringan, 10 desa masuk kekeringan kritis dan 17 desa lain masuk zona kekeringan langka.
Kategori daerah kering langka apabila masyarakat untuk mendapatkan air bersih harus menempuh jarak di atas 3 kilometer. Sementara kriteria desa kering kritis apabila untuk mendapatkan air bersih berjarak 0,5-3 kilometer.
Prediksi Musim Hujan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kalianget memprediksi awal musim penghujan tahun ini terjadi pada Desember mendatang. Prakiraan awal musim hujan kali ini ada perbedaan dibandingkan tahun sebelumnya. Kalau 2018, awal musim penghujan terjadi pada November.
“Sedangkan untuk tahun ini pada dasarian satu dan dua, bulan Desember nanti,” kata Usman Khalid.
Sementara untuk awal musim hujan tahun ini, sambung Usman, antara daratan dan kepulauan di Kabupaten Sumenep tidak sama. Hanya selisih satu dasarian saja. “Musim hujan untuk wilayah kepulauan diprediksi akan terjadi pada awal Desember. Adapun untuk wilayah daratan akan terjadi pada pertengahan Bulan Desember 2019,” ucapnya.
Menurut Usman, jika awal musim hujan mundur antara satu sampai dua dasarian, dan itu akan terjadi di wilayah Jawa Timur. Sementara saat ini hingga November 2019 merupakan masa peralihan dari kemarau ke penghujan. Biasanya pada musim peralihan atau pancaroba, akan terjadi angin puting beliung atau angin kencang.
“Dari itu kami mengimbau masyarakat supaya berhati-hati atas perubahan cuaca,” imbaunya. (JUNAIDI/ROS/VEM)