Oleh: Miqdad Husein
Presiden Jokowi memberikan kejutan menarik ketika mengumumkan dan melantik Kabinet Indonesia Maju, pekan lalu. Apalagi kalau bukan tampilnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, pendiri Startup Unicorn Go-Jek.
Nadiem bukan hanya tergolong sangat muda untuk ukuran menteri pendidikan karena baru berusia sekitar 35 tahun. Latar belakang dia yang jauh dari bersentuhan dunia pendidikan memperkuat daya kejutnya. Dunia pendidikan sendiri yang selalu jadi primadona perbincangan di negeri ini, makin memperkuat daya kejut Nadiem Makarim. Tidak aneh kalau namanya tiba-tiba menjadi topik paling populer baik di media mainstream maupun di media sosial.
Dengan jam terbang minim di dunia pendidikan, memang bisa dipahami ketika ada sebagian masyarakat terutama kalangan civitas academika yang meragukannya. Apalagi ketika disadari dunia pendidikan di negeri ini praktis belum pernah sepi dari aneka macam persoalan kontroversial. Masalah zonasi beberapa waktu lalu misalnya, hanya satu dari begitu banyak masalah yang malang melintang di dunia pendidikan negeri ini.
Lantas, apakah kompleksitas dunia pendidikan yang tergolong sangat luar biasa itu masuk pula sebagai pertimbangan Presiden Jokowi dalam menunjuk Nadiem Makarim? Apakah sosok yang tergolong hijau di belantara dunia pendidikan ini tidak menghawatirkan Presiden Jokowi?
Jika standar berpikir linier yang dikedepankan, mungkin layak gelisah dengan keputusan Presiden Jokowi. Namun, Presiden Jokowi sudah pasti memperhatikan dan memperhitungan berbagai aspek terkait sosok, yang digandrungi generasi milineal itu.
Masih ingat ketika Presiden Jokowi menunjuk Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan? Saat itu banyak yang meragukan kemampuan wanita yang juga sangat populer di dunia maya itu. Pendidikan Susi, yang tergolong masih anak bawang -tidak tamat SMA- menjadi dasar keraguan utama kemampuannya memimpin Kementrian Kelautan dan Perikanan. Namun belakangan terbukti sepak terjang sosok yang sangat bersahaja itu sangat mencengankan dan mengagumkan. Keberaniannya melawan para pencuri ikan membuat siapapun terpana. Kata ‘tenggelamkan’ begitu populer karena sepak terjang Menteri Susi dalam menenggelamkan kapal para pencuri ikan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memang berbeda dengan Kementrian Kelautan. Kementrian Pendidikan sesuai namanya merupakan wilayah penuh ketertataan serta birokrasi rapi dengan perangkat unggah ungguh ilmiah. Sosok Nadiem yang berasal dari dunia yang berurusan ‘aktivitas jalanan’, dunia bisnis penuh pertarungan, memang terasa kontradiktif dengan dunia pendidikan.
Selintas memang demikianlah adanya. Ada jarak sangat lebar untuk tidak disebut terkesan bertolak belakang. Ada perbedaan besar. Sebuah pandangan yang walau ‘selintas’ sebenarnya menegaskan dan memperjelas realitas obyektif bahwa ada jarak antara dunia pendidikan dengan kehidupan sosial riil. Ada kesenjangan antara dunia pendidikan dan ketakmampuan mencari solusi problem sosial.
Di sinilah sebenarnya tujuan kejutan dan keberanian Presiden Jokowi yang sesungguhnya mengapa berani ‘bertaruh’ menunjuk Nadiem Makarim. Presiden Jokowi yang berlatar belakang pengusaha sangat menyadari adanya kesenjangan dunia pendidikan dan tantangan dinamika sosial. Produk dunia pendidikan seringkali ‘plongah plongoh’ ketika berada di tengah masyarakat. Tidak mampu menjawab tantangan yang terbentang di depan mata. Selalu ada jarak bahkan sangat lebar antara yang diperoleh anak-anak muda di dunia pendidikan dengan perkembangan persoalan serta dinamika di tengah masyarakat. Akibatnya, makin sulit negeri ini berkompetisi dengan negara lain ketika SDM yang selesai belajar ternyata tertatih-tatih di belantara persaingan.
Semua sebenarnya soal klasik dunia pendidikan negeri ini, yang selama ini hampir tak tersentuh. Tak pernah ada keberanian bagaimana menyambungkan jarak yang makin lebar itu sehingga kemampuan anak-anak negeri ini hampir selalu tertinggal dari negara lain.
Di sinilah pertimbangan utama Presiden Jokowi menunjuk seorang Nadiem Makarim. Ia memang tidak ditugaskan menjadi menteri dengan tugas konvensional atau hal biasa saja seperti menteri pendidikan umumnya, di negeri ini. Nadiem, yang selama ini bergelut dengan bisnis berorientasi dunia masa depan ditugaskan menyambungkan ‘padepokan keilmuan dengan tantangan belantara dunia persilatan yang riil harus dihadapi para pendekar baru.’
Presiden Jokowi yang berlatar belakang pengusaha sadar betul bagaimana seharusnya dunia pendidikan dikembangkan. Dan, agaknya, sejalan pemikiran Presiden Jokowi, dunia usaha seperti bergembira menyambut kehadiran Nadiem dan misi penugasannya. Dunia usaha, bisa jadi –seperti yang dirasakan Presiden Jokowi, yang paling merasakan kualitas para pendekar baru dari padepokan keilmuan, yang sering tidak nyambung dengan dunia persilatan.
Nadiem memang tidak boleh dibiarkan sendirian. Apa yang menjadi misinya bukan perkara ecek-ecek. Yang akan dihadapi tantangan yang telah mulai membentuk menjadi sebuah budaya sehingga sangat sulit dirobah. Namun, berbekal realitas perobahan yang terbentang di depan mata, bangsa ini harus optimis berbenah diri, menyambungkan dunia pendidikan dengan tantangan riil di tengah masyarakat. Sesuatu yang memang sangat sulit dan hanya mereka yang nekad, berani, kreatif, inovatif serta siap bekerja keras yang dapat melakukannya.