SAMPANG, koranmadura.com – Penggunaan dan pengelolaan program Dana Desa (DD) dinilai masih belum membuahkan hasil. Hal itu diungkapkan pegiat Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) Koorda Sampang saat mendatangi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) setempat, Kamis, 17 Oktober 2019.
“Program DD sudah berjalan lima tahun sejak 2015 lalu. Jadi sepantasnya dilakukan evaluasi. Karena kami melihat selama ini pemerintahan desa baik kepala desa dan perangkatnya mengelolanya dengan mandiri tanpa pendamping desa,” kata Moh Sidik, Ketua pegiat Jaka Jatim koorda Sampang.
Bukti belum mandirinya pemerintahan desa, lanjut Sidik, terlihat pada administrasi kepemerintahan seperti penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), Pendapatan Asli Desa (PADes), dan Rencana Kerja Perangkat Desa (RKPDes).
Menurut Sidik, sejauh ini pemerintahan desa di Kabupaten Sampang saat melakukan penyusunan administrasi kepemerintahan masih menjadi tugas pendamping desa dan kecamatan, sehingga pencapaian alokasi pemberdayaan perangkat desa menjadi belum seutuhnya berjalan maksimal.
“Maka wajar jika ada keraguan atas realisasi program pemberdayaan ini, harusnya desa yang menerima manfaat dana desa sudah mandiri, karena sudah lima tahun berjalan. Namun pihak DPMD menyuguhkan data 90 persen kepada kami soal kemandirian di pemeritahan desa, tapi kmai masih meragukan pencapaian angka itu. Maka dari itu, kami dalam waktu dekat akan melakukan klarifikasi langsung ke bawah, karena yang menonjol ke publik hanya beberapa desa dan bisa dihitung dengan jari,” tegasnya.
Sementara itu, Kabid Bina Pemerintah Desa, DPMD Kabupaten Sampang, Suhanto menyatakan, sejak 2015 lalu, sejumlah desa yang tersebar di 14 kecamatan mulai menunjukkan hasil positif. Bahkan pihaknya menegaskan, desa yang sudah bisa mengelola program masyarakat yang bersumber dari dana desa terus bertambah.
“Saat ini hanya sekitar 10 persen desa yang belum bisa mengelolanya, jadi peran pendamping masih diperlukan oleh desa, karena setiap tahun terus ada perubahan realisasi, terutama dalam administrasi seperti laporan pertanggungjawaban dana desa yang sudah sesuai dengan waktu dan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Bahkan pihaknya mengakui pengalokasian program DD belum sepenuhnya dipahami oleh para kepala desa. Hal itu dilihat saat postur anggaran yang ada mayoritas dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur sekitar 85 persen, sedangkan 15 persen untuk pemberdayaan masyarakat.
“Kadang desa terfokus pada program infrastruktur, sehingga kondisi itu timpang dengan pemberdayaan masyarakat,” akunya.
Hanya untuk diketahui, postur anggaran DD untuk 180 desa di Kabupaten Sampang per tahunnya yaitu rinciannya, 2015 sebesar Rp 58 milliar, 2016 sebesar Rp 131 milliar, 2017 sebesar Rp 167 milliar, 2018 sebesar Rp 177 milliar dan 2019 senilai Rp 232 milliar. (MUHLIS/ROS/VEM)