Oleh: Miqdad Husein
Pidato pelantikan Presiden Jokowi sangat luar biasa. Singkat padat dan memperlihatkan visi besar Presiden Jokowi dalam menghadapi tantangan Indonesia ke masa depan. Inovasi adalah budaya, bukan hanya pengetahuan, tegas Presiden Jokowi.
Lebih jauh ditegaskan bahwa alam dunia yang penuh risiko, yang sangat dinamis dan yang kompetitif, harus terus mengembangkan cara-cara baru, nilai-nilai baru. Jangan sampai terjebak dalam rutinitas yang monoton.
Ada kesadaran dan pemahaman pada peta perkembangan dunia di era kekinian. Sebuah era yang penuh dinamika perubahan sangat cepat yang sudah tentu membutuhkan respon cepat, cerdas, efektif serta efisien.
Perangkat perundangan-undangan yang dianggap menghambat respon aktif tak bisa lagi menjadi pijakan sehingga diperlukan perubahan besar. Demikian pula birokrasi pemerintah saatnya menjadi kekuatan pendukung percepatan tuntutan dinamika.
Pernyataan Presiden Jokowi terkait masih banyaknya regulasi yang menghambat investasi dalam pidato pelantikan seakan menegaskan kegalauan sepanjang kepemimpinan lima tahun lalu. Beberapa kali Presiden Jokowi mengeluhkan berbagai regulasi yang jauh dari semangat merespon perubahan kondisi perkembangan dunia yang makin menuntut kecepatan, efektifitas dan efisiensi.
“Segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong, harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan,” tegas Jokowi.
Birokrasi berbelit-belit yang selama ini menjadi persoalan negeri ini juga menjadi ‘kegalauan’ yang disampaikan Presiden Jokowi. Betapa penting, lanjutnya penyederhanaan birokrasi dalam menyongsong tantangan persaingan yang makin berat.
“Penyederhanaan birokrasi harus terus kita lakukan besar-besaran. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong,” tutur Jokowi dengan kalimat sangat jelas.
Optimisme ditebar Presiden Jokowi. Bahwa jika Indonesia mampu menyelesaikan berbagai kendala itu, Indonesia akan dapat ke luar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Indonesia, kata Jokowi, akan menjadi negera maju dengan pendapatan perkapita Rp 320 juta pertahun.
Pidato pelantikan yang tergolong pendek cukup memberikan penjelasan dan penegasan tentang tantangan besar dan optimisme bagaimana mencapainya. Pidato itu juga makin menunjukkan sosok Presiden Jokowi yang jauh dari retorika dan lebih menekankan kerja dan kerja.
Jokowi terasa sangat jauh dari retorika berbunga-bunga. Impian dan cita-cita serta harapan dipaparkan sangat taktis tanpa basa basi. Ia misalnya, sangat terbuka menegaskan jika akan ‘menekan’ para mentrinya untuk bekerja keras dan tidak segan-segan mencopot bila ternyata kinerjanya jauh dari memenuhi harapan.
Sejak negeri ini memasuki era reformasi bisa jadi baru Presiden Jokowi yang memperlihatkan kesungguhan kerja dan jauh dari retorika. Sebuah watak dan mentalitas khas pengusaha yang memulai dari bawah. Namun, sayangnya kesungguhan kerja yang diperlihatkan dengan bukti nyata itu masih saja diserbu nyinyiran jauh dari proporsional. Tidak aneh jika kalangan masyarakat yang berpikir jernih menilai jika kesungguhan kerja Presiden Jokowi tidak diganggu akan jauh lebih cepat lagi negeri ini mencapai kemajuan.
Seluruh masyarakat negeri ini perlu terus meningkatkan kedewasaan berdemokrasi. Ada saatnya berkompetisi lalu ketika semua sudah usai kembali bersatu, bahu membahu bekerja dan bekerja.
Tantangan yang terbentang di depan mata sehausnya menyadarkan seluruh masyarakat bahwa negeri ini tidak boleh terus menerus terperangkap persaingan, perseturuan. Tak ada negara di dunia ini yang dapat bergerak maju tanpa kedamaian dan kerja, kerja. Begitulah. (*)
*Kolumnis, tinggal di Jakarta.