SAMPANG, koranmadura.com – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sampang, kembali memanggil Kepala Desa dan Bendahara Desa Bancelok, Kecamatan Jrengik, lantaran gaji perangkat Badan permusyawaratan Desa (BPD) setempat tak terbayar selama dua tahun lebih.
Saat dalam pertemuan dengan semua pihak di ruang Komisi Besar DPRD setempat, Moh Ali Wafa selaku ketua BPD Bancelok mengaku tak dibayar selama kurang lebih 30 bulan atau selama dua setengah tahun oleh bendahara desa.
“Sudah dua setengah tahun honor saya tersendat. Pada 2017 lalu, gaji kami hanya terbayar pada triwulan 2017 saja yakni Januari sampai Maret. setelah itu, dari April 2017 sampai sekarang kurang lebih 30 bulan masih belum terbayar oleh Desa. Padahal honor kami dianggarkan dari Dana Desa (DD). Sempat saya didatangi perangkat dan kemudian memberikan surat keterangan, tapi saya sampaikan kepada Kades agar segera menuntaskan honor BPD. Tapi pihak desa hanya sekedar janji,” tutur Ketua BPD Bancelok, Moh Ali Wafa, Senin, 11 November 2019.
Kemudian, lanjut Ali Wafa, beberapa hari kemudian, dirinya kembali didatangi bendahara dengan membawa honor untuk tiga orang anggota BPD. Sedangkan jumlah BPD di desanya sebanyak tujuh orang.
“Sehingga saya tolak demi kebersamaan teman-teman BPD, karena saya ingin pembayaran honor bukan hanya tiga orang melainkan tujuh BPD. Jadi kami minta untuk dilengkapi terlebih dahulu honornya. Setelah itu, saya di datangi satu anggota BPD dan menyampaikan jika honornya sudah terbayarkan, namun saya tidak lantas mempercayainya. Makanya kami tolak karena ini demi kebersamaan BPD. Padahal kami menginginkan pembayaran dari desa ke kami dan kamilah yang memberikan kepada anggota seperti sebelum-sebelumnya,” katanya.
Sementara Bendahara Desa Bancelok, Syaiful Rahman saat dikonfirmasi beralasan, tidak dibayarkan honor BPD karena mengaku sudah pamit kepada Ketua BPD setempat dan akan membayarkannya setelah keuangan desa sudah ada.
“Tidak terbayar karena kami sudah pamit kepada ketua BPD untuk dipinjam desa dan akan membayarnya setelah keuangan desa ada,” kilahnya.
Ditanya Honor BPD yang dipinjam desa untuk keperluan apa, Syaiful mengaku tidak mengetahui pasti. Saat itu, penggunaan anggaran tersebut dipakai oknum mantan Kades. Pihaknya tidak mengelak jika honor BPD yang belum terbayarkan yaitu selama 30 bulan lamanya. Pihaknya juga merinci, honor untuk ketua BPD pada 2017 dan 2018 yaitu sebesar Rp 600 ribu per bulan dan mengalami kenaikan besaran honor pada 2019 menjadi Rp 800 ribu per bulan. Sedangkan untuk honor Wakil Ketua dan Sekretaris BPD senilai Rp 480 ribu dan mengalami kenaikan pada 2019 lalu senilai 640 ribu. Kemudian untuk anggota sebesar Rp 420 ribu naik menjadi Rp 560 ribu.
“Memang anggarannya menggunakan DD, dan pelaporannya kami nyatakan tuntas ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD),” akunya.
Bahkan pihaknya menanggapi dingin adanya persoalan tersebut meski dugaan penyalahgunaan DD dan administrasi tersebut sudah dilaporkan kepada Aparat Penegak Hukum. “Ya menurut saya tidak ada penyimpangan, cuma ini ada kesalahpahaman,” ucapnya.
Sekadar diketahui, dugaan penyimpangan DD dan pemalsuan Administrasi tersebut kini dilaporkan oleh salah satu pegiat Sampang Laskar Pemberdayaan dan Peduli Rakyat (Lasbandra) ke Kementrian Desa (PDTT) Satgas Dana Desa pada 5 November 2019 lalu. (MUHLIS/ROS/VEM)