Oleh: MH. Said Abdullah*
Ada perbedaan mendasar antara ajaran Islam dan Islamisme. Ajaran Islam seperti sholat dan puasa merupakan peribadatan Islam perwujudan ketaatan kepada Allah SWT. Bahwa proses peribadatan itu memberikan manfaat penguatan pemikiran dan kualitas kebersamaan serta kemampuan penataan komunitas sosial, pada dasarnya merupakan output dan kontribusi sosial keterikatan keislaman.
Lain halnya dengan gerakan Islamisme. Sejak awal sudah ada itikad bahwa seluruh peribadatan dan simbol-simbol Islam merupakan gerakan politik. Peribadatan Islam di sini bukan ekspresi peribadatan tetapi sekedar penegasan atau lebih sebagai alat politik semata. Apapun ajaran Islam yang dilaksanakan secara eksplisit maupun implisit memiliki muatan kepentingan politik.
Dua hal berbeda ini dapat membentuk konstruksi sosial. Yang pertama memacu peningkatan kualitas moral penganut Islam sehingga perilaku sosial ummat Islam makin berkualitas dalam memberikan kontribusi sosial. Sementara Islamisme sepenuhnya mewujud kekuatan politik dengan resultan sesuai target dan tujuan serta tentu saja dipengaruhi seberapa jauh kekuatannya.
Bagaimana posisi keduanya dalam sistem ketatanegaraan dalam suatu negara seperti Indonesia? Tidak masalah tentang keislaman apalagi negara menjamin kebebasan masyarakatnya melaksanakan ajaran agamanya. Keislaman justru akan menjadi instrumen peningkatan kualitas kekuatan moral dan perbaikan konstruksi sosial masyarakat Indonesia.
Sementara Islamisme dalam pengetrapannya sangat ditentukan bagaimana menjadi bagian dalam sistem ketatanegaraan negeri ini. Jika mereka menjadi partai atau menyalurkan aspirasi politiknya melalui partai politik, akan menyuntikkan dinamika politik nasional. Akan makin kaya warna warni kehidupan politik negeri ini sebagaimana terpapar dalam kehadiran partai Islam dan yang berbasis Islam.
Hitam putih aktivitas politik melalui bangunan politik normatif tersebut dapat hadir menjadi alternatif kekuatan dan penyalur aspirasi politik masyarakat. Semuanya menjadi kelaziman dan tertib politik seperti juga terjadi di berbagai belahan dunia.
Di sinilah penting ummat Islam Indonesia memposisikan diri jika memang ingin mengembangkan Islamisme. Aktivitas politik diwujudkan dan diperjuangkan melalui jalur konstitusional sebagai pilihan mewujudkan keadaban berpolitik.
Dari paparan selintas itu sangat mudah memotret posisi gerakan 212 yang telah beberapa kali melaksanakan berbagai kegiatan massal menggunakan simbol Islam. Jelas apa yang selama ini dilakukan telah menjadi gerakan politik di negeri ini melalui aktivitas politik jalanan.
Islam yang terkesan dikedepankan dan dijadikan simbol sangat jelas sebatas dimanfaatkan. Bukan keislaman yang bertujuan beribadah kepada Sang Pencipta tetapi Islamisme, sebagai sebuah gerakan politik.
Masyarakat Indonesia telah beberapa kali menyaksikan intensitas 212 sebagai gerakan politik. Bahkan seperti dikatakan AS Hikam gerakan 212 telah mencoba melebarkan sayap dengan mencoba merangkul kekuatan di luar Islam. Sebuah upaya yang hampir pasti merupakan kesia-siaan politik.
Secara obyektif harus diakui bahwa makin lama gerakan 212 kehilangan momentum terutama pasca Pilpres setelah Jokowi dan Prabowo berada dalam satu perahu pemerintahan. Ketika mereka mencoba menebarkan bibit keterbelahan menggunakan politik identitas sebagian besar rakyat justru makin bergairah mengembangkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
Karena itu, negara dan pemerintah sudah saatnya mempertegas eksistensinya. Bahwa bangunan politik di negeri ini telah disepakati dibangun melalui instrumen partai politik. Karena itu gerakan 212 yang selama ini menggunakan politik jalanan, tidak melalui instrumen politik yang telah disepakati secara nasional perlu segera diarahkan. Kegaduhan politik jalanan yang selama ini masih terus berlangsung telah mengganggu berbagai upaya pemerintah dalam menjalankan amanah konstitusi. Rakyatpun makin merasakan betapa kehidupan keseharian selalu terusik berbagai aktivitas yang cenderung menimbulkan kerusuhan.
Negara dan pemerintah telah menyediakan ruang sangat memadai untuk ekspresi politik rakyat melalui partai politik. Selama sejalan falsafah negeri ini dan semangat menjaga NKRI siapapun dapat mengembangkan pikiran dan sikap politiknya. Jadi, tak perlu lagi politik jalanan yang sering menimbulkan kegaduhan dan kerusuhan.
*Ketua Banggar DPR RI