SUMENEP,
koranmadura.com – Tahun 2011 silam, Pemerintah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, berencana mengembangkan kawasan agropolitan yang meliputi beberapa desa di Kecamatan Rubaru.
Namun demikian, selama sembilan tahun brselang, kawasan agropolitan sebagaimana dimimpikan Pemkab Sumenep ternyata seperti “jalan tapi tidak lari”. Tak ada perkembangan yang cukup menggembirakan dan bisa dibanggakan.
“Sebenarnya pengembangan kawasan agropolitan ini sudah terencana sejak tahun 2011 silam, namun selama sembilan tahun ini program ini seperti jalan di tempat,” ungkap Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumenep, Yayak Nurwahyudi.
Untuk itu, lanjut mantan Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Sumenep itu, pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Rubaru akan lebih diseriusi mulainl tahun depan, 2020.
Sebagai langkah awal, Bappeda Sumenep sudah menggelar rapat koordinasi dengan beberapa instansi terkait kemarin, Senin, 11 November 2019. Termasuk dengan akademisi dan media.
Dalam kesempatan tersebut, pria yang akrab disapa Yayak itu memulai dengan cerita ringan dalam rangka menyamanakan pemahaman berkaitan dengan pengembangan kawasan agropolitan.
“Melalui cerita ringan ini, kami ingin menata diri agar pengembangan kawasan agropolitan ini bisa lebih diseriusi mulai tahun depan supaya tidak jalan di tempat,” ungkapnya.
Kepada semua dinas terkait, Yayak beraharap agar terjalin sinergi yang solid untuk mencapai tujuan besar itu. Pihaknya betul-betul ingin berkalaborasi satu sama yang lain supaya pengembangan kawasan agropolitan dapat berjalan sesuai harapan.
Berkaitan dengan hal itu, salah seorang akademisi, Rillia Aisyah Haris mengatakan bahwa, pengembangan kawasan agropolitan memang butuh sinergi dengan banyak pihak yang semuanya memiliki semangat yang segendang sepenarian.
Menurut dia, Bappeda, Dispertahortbun, Dinas PU Bina Marga, Dinas PU Sumber Daya Alam, Disperindag, Diskop dan UKM, Dinas Peternakan, Perbankan, akademisi/perguruan tinggi, media, serta Gapoktan harus bahu-membahu menyukseskan program tersebut.
“Termasuk juga pihak swasta yang bertindak sebagai distributor olahan bawang merah, misalnya dijadikan bawang goreng,” kata perempuan yang disertasinya tentang agropolitan dengan judul “Model Pengembangan Agropolitan dalam Perspektif Collaborative Governance” itu.
Di samping itu, juga diperlukan payung hukum yang jelas. Misalnya Perda mengenai aktor/stakeholder yang terlibat dalam program ini berikut tugas masing-masing. Dengan begitu diharapkan ada sharing sumber daya dan pengetahuan.
“Sehingga pola kerjasama dan koordinasi antarstakeholder akan lebih tertata untuk menuju arah kolaborasi yang sinergi. Dalam hal ini juga dibutuhkan peran pemimpin punya inisiatif, inovatif dan fasilitatif,” tegasnya. FATHOL ALIF/ROS/VEM