Oleh MH Said Abdullah
Jika ada pendapat dan pemikiran yang mengatakan bahwa semangat berpolitik sebagian politisi di negeri ini sangat luar biasa, memang ada benarnya. Ini terlihat -paling tidak- dari maraknya pertemuan beberapa petinggi partai belakangan ini yang terindikasi berancang-ancang kaki menghadapi pemilu 2024.
Semangat tinggi itu jelas sangat mencengangkan. Sebab, Presiden Jokowi baru dilantik sekitar pertengahan Oktober lalu dan pengumuman kabinet tiga hari sesudahnya. Itu artinya, kurang dari sepuluh hari dari pelantikan. Masih jauh dari tradisi politik 100 hari masa kerja.
Sangat luar biasa, jika disadari periode kepemiminan Presiden RI berdurasi lima tahun. Di negara kampiun demokrasi seperti di Amerika Serikatpun tak akan ditemui kegairahan setinggi itu. Yang mengemuka pasca pelantikan biasanya penilaian terhadap susunan kabinet, mengkritisi kabinet serta wacana bagaimana kinerja kabinet mendatang. Termasuk biasanya, dikembangkan berbagai masukan dari masyarakat tentang apa yang layak dipertimbangkan menjadi prioritas kerja kabinet baru.
Di negeri ini benar-benar seperti tak sekejabpun memberi kesempatan rakyat mengambil nafas sejenak. Apalagi kesempatan berpikir tentang bagaimana susunaan kabinet. Bagaimana kredibilitas kabinet serta prospek kerjanya dalam lima tahun ke depan.
Ibaratnya, keringat belum kering, rasa lelah masih sangat terasa, sebagian politisi sudah mulai mengajak berlari. Rakyat langsung disugui atraksi politik untuk kepentingan pemilihan presiden lima tahun ke depan.
Berpikir terencana, jauh sebelum event sesungguhnya dalam dunia politik lima tahun mendatang sebenarnya hal wajar saja. Katakanlah sebagai langkah-langkah panjang. Ya politik memang memerlukan perjalanan panjang. Kalau dalam dunia atletik politik ibarat lari maraton sehingga perlu nafas dan kerja panjang.
Namun tentu saja tetap berlebihan bila baru saja bertanding langsung ancang-ancang kaki padahal masih lima tahun lagi. Jika persiapan lebih bersifat internal sebagai upaya konsolidasi internal partai politik, mungkin masih dipahami. Masyarakat belum dilibatkan dalam emosi pertarungan politik.
Adalah jauh dari sikap arif jika berbagai ancang-ancang politik itu diperlihatkan terbuka. Sementara, ibarat pertandingan kelelahan, kekecewaan yang kalah masih terasakan dan kegembiraan yang menang belum dinikmati. Rakyat seperti dikondisikan sepanjang waktu berada dalam kondisi pertarungan politik.
Kondisi pertarungan politik tanpa jeda sama sekali itu dapat menimbulkan image buruk kepada para politisi. Rakyat akan berpikir bahwa politisi negeri ini hanya sibuk merebut kekuasaan semata dan terus menerus berada dalam syahwat merebut kekuasaan. Bukan hal luar biasa jika kemudian merebak apatisme politik karena kekecewaan rakyat.
Aktivitas politik sudah tentu bukanlah pertarungan perebutan kekuasaan semata. Bahkan, jika lebih dalam lagi dipahami, pertarungan kekuasaan dalam bentuk pelaksanaan pemilu hanya merupakan sebagian kecil moment dari keseluruhan aktivitas politik. Aktivitas politik yang terbesar dan terpenting adalah mengelola dan menjalankan kekuasaan bagi mereka yang mendapat kesempatan dipercaya rakyat dan mengawasi kinerja pemerintahan bagi mereka yang berada di luar kekuasaan.
Sangat jelas bagaimana kekuasaan -usai pelaksanaan pemilu menjalankan fungsi dan tugas meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sementara di satu sisi, mereka yang berada di luar kekuasaan mengawal kinerja pemerintahan agar sungguh-sungguh melaksanakan amanah rakyat dan senantiasa berjalan di atas koridor perundang-undangan.
Pembagian tugas sangat jelas. Momentum Pemilu hanya sebagian kecil aktivitas politik. Porsi terbesarnya pemegang kekuasaan politik menjalankan amanah rakyat dengan diawasi mereka yang berada di luar kekuasaan.
Merupakan perilaku jauh dari kearifan jika sepanjang waktu para politisi terus menerus berada dalam persaingan perebutan kekuasaan. Ada saatnya berkompetisi, di saat lain menjalankan aktivitas politik terpenting yaitu bekerja sungguh-sungguh menjalankan amanah kekuasaan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Demikianlah seharusnya.