JAKARTA, koranmadura.com – Adanya dugaan bandar-bandar besar terkait penyelundupan bibit lobster ke Singapura hingga Vietnam bukan isapan jempol belaka. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membongkar soal tindakan pencucian uang (TPPU) dari penyelundupan lobster yang diduga dari bandar-bandar.
Informasi ini juga ternyata didapat oleh Effendi Gazali, yang selama ini dikenal sebagai pakar komunikasi politik. Ia mengklaim atas inisiatif sendiri terbang ke Vietnam melakukan ‘investigasi’ pada 25 November 2019. Pria yang biasa disapa Bang Pendi ini, mengunjungi lokasi bernama ‘Phan Rang’, pusat budidaya lobster terbesar di Vietnam, lokasinya Thap Cham City, di Provinsi Ninh Thuan.
Ia mengunggah video di media sosial saat berada di atas kapal, di kawasan Teluk Phan Rang. Informasi apa yang didapat Effendi?
Effendi mengaku sempat mewawancara satu dari empat pemain besar budidaya lobster di Phan Rang. Pemain itu menguasai pasar 35% lobster di sana yang per harinya bisa mencapai 500 ribu bibit lobster masuk Phan Rang. Dari situ, ia mengaku dapat informasi bahwa ada 10 pemain besar di Singapura yang menjual lobster ke Phan Rang Vietnam. Para bandar besar Singapura ini diduga yang membiayai penyelundupan lobster dari Indonesia. Setelah di Singapura, lobster-lobster itu dijual secara ‘legal’ ke Vietnam.
“Saya dapat informasi ada 10 agen penampung lobster di Singapura, dan ada 4 pemain besar di Vietnam,” katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa, 17 Desember 2019 kemarin.
Sebelumnya Menteri KKP Edhy Prabowo juga mengatakan stok benih lobster di Vietnam mayoritas berasal dari Indonesia.
“Kebutuhan baby lobster mereka 80% datang dari Indonesia. Celakanya 80% tidak langsung dari Indonesia, (namun) lewat Singapura,” kata Edhy pekan lalu.
Sementara itu, Effendi mengatakan di Phan Rang, perputaran uang dari bisnis lobster mencapai Rp 15 miliar per hari dari transaksi bibit lobster dan lobster siap panen. Ini sejalan dengan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) saja, soal tindakan pencucian uang (TPPU) dalam penyelundupan bibit lobster nilainya mencapai Rp 900 miliar per tahun atau sekitar Rp 3 miliar per hari.
Sebelumnya PPATK mengungkapkan aliran dana penyelundupan benih lobster ke luar negeri mencapai Rp300 miliar-Rp900 miliar per tahun. Dana tersebut digunakan mendanai pengepul dalam negeri dan membeli benih tangkapan nelayan lokal.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menyatakan dana tersebut berasal dari bandar yang ada di luar negeri lalu dialirkan ke berbagai pengepul di Indonesia. Selain penyelundupan benih lobster juga terindikasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Jadi banyak pihak yang terlibat di sana termasuk pihak eksportir dan importir yang menggunakan penyamaran untuk menerima pembayaran itu,” kata Kiagus, Jumat, 13 Desember 2019 seperti dikutip dari CNN Indonesia. (CNBCINDONESIA.com/ROS/DIK)