SURABAYA, koranmadura.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengecam keras deportasi yang dilakukan pemerintah Hongkong terhadap Yuli Riswati, buruh migran cum jurnalis warga. AJI Surabaya yang ikut menjemput Yuli di Bandara Juanda berjanji akan melakukan Pendampingan hukum dan menuntut pemerintah RI mengambil sikap politik atas kasus tersebut.
Ketua AJi Surabaya, Miftah Faridl, mengatakan kasus yang menimpa Yuli Riswati, bukan semata persoalan administrasi keimigrasian. Namun diduga berkaitan dengan aktivitas Yuli sebagai jurnalis warga yang menulis berita yang isinya tidak dikehendaki otoritas Hongkong.
Aktivitas jurnalisme warga yang dilakukan Yuli dianggap berbahaya oleh otoritas Hongkong. Yuli menyajikan semua informasi yang didapatnya melalui media alternatif bernama Migran Pos yang digagasnya bersama sejumlah buruh migran lainnya.
“Perempuan yang sudah 10 tahun menjadi buruh migran di Hongkong itu memang rutin melakukan reportase, baik tulisan maupun foto langsung dari titik demonstrasi. Informasi-informasi yang disampaikan sangat bermanfaat bagi semua orang yang ingin mendapatkan informasi terkait apa yang sebenarnya terjadi di Hongkong, terutama pekerja migran di sana,” jelas Miftah Faridl.
Jurnalis warga, kata dia, sebenarnya bentuk lain dari literasi yang lazim terjadi di berbagai negara. Dan apa yang menimpa Yuli menjadi bukti buruknya kebebasan berekspresi di era demokrasi di Hongkong.
Sebelum membuat media sendiri, jelas dia, Yuli tercatat sebagai kontributor salah satu media lokal berbahasa Indonesia di Hongkong.
AJI Surabaya, jelas dia, menilai tidak ada yang salah dengan aktivitas jurnalistik Yuli sekalipun dia tercatat sebagai pekerja rumah tangga. Terlebih, majikannya tidak mempermasalahkan aktivitas Yuli di luar rumah sebagai aktivis buruh migran.
Beberapa artikel yang ditulis Yuli dan kawan-kawannya di Migran Pos, terang Faridl, memberikan informasi panduan bagi pekerja yang ingin beraktivitas aman di luar rumah selama terjadi demonstrasi. Misalnya lokasi-lokasi mana yang rusuh, jalan alternatif sampai angkutan umum yang bisa digunakan.
“Menurut kami, ini semua berkaitan kepentingan dan keselamatan publik,” katanya.
Bagi AJI Surabaya, Migran Pos yang digagas Yuli dan kawan-kawannya merupakan media alternatif bagi komunitas pekerja migran. Berbagai topik dibahas dalam media ini. Mulai dari kehidupan pekerja migran, hobi sampai aksi-aksi demonstrasi pro demokrasi yang belakangan terjadi di Hongkong. Media ini pun dikerjakan sukarela tanpa ada motif ekonomi.
Karenanya, AJI Surabaya menyatakan sikap menyayangkan deligitimasi jurnalisme warga dari sejumlah pihak dengan menyebutnya sebagai peliputan ilegal. AJI Surabaya juga mengecam tindakan tidak demokratis yang ditunjukkan pemerintah Hongkong dengan menangkap hingga mendeportasi Yuli Riswati, dan menuntut Pemerintah RI mengambil sikap politik terhadap pemerintah Hongkong atas kasus tersebut.
AJI Surabaya juga akan melakukan pendampingan hukum berkaitan dengan hak-hak Yuli sebagai buruh migran. Sebab, selama kasusnya berjalan, perempuan tersebut sama sekali tidak mendapatkan pendampingan hukum yang memadai.
“Saat ini, Yuli Riswati berada di tempat yang aman dan masih dalam proses pemulihan psikologi dan kesehatan,” terang Faridl.
Yuli Riswati, dideportasi dari Hongkong dan tiba di Bandara Internasional Juanda pada Senin 2 Desember 2019. Sebelumnya, Yuli sempat ditahan selama 28 hari di Pusat Imigrasi Castle Peak Bay (CIC, Castle Peak Bay Immigration Centre) setelah sebelumnya ditangkap pada 23 September 2019 lalu di rumah majikannya.
Penangkapan, penahanan, dan kemudian penderpotasian Yuli dinilai cukup janggal. Pihak Imigrasi Hongkong berdalih wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga tersebut melanggar izin tinggal di negara tersebut karena sudah kadaluarsa.
Namun tindakan pemerintah Hongkong tersebut diduga karena berkaitan dengan berita seputar demonstran di negara tersebut. Yuli yang juga seorang jurnalis lepas sering menulis berita tersebut dan dipublikasikan di salah satu koran berbahasa Indonesia yang terbit di Hongkong. Yuli juga menulis untuk media online independen, Migran Pos.
Penangkapan Yuli dilakukan setelah muncul berita terkait dirinya dan tulisan-tulisannya yang dianggap mendukung warga Hongkong dalam aksi unjuk rasa. Dalam meliput berita itu, ia terjun langsung meliput aksi unjuk rasa di Hongkong yang masif dalam beberapa bulan terakhir. (G. Mujtaba/SOE/DIK)