JAKARTA, koranmadura.com – Pakar hukum tata negara Refly Harun berharap Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang baru dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera membuat kode etik. Pasalnya, etik anggota Dewas tidak tercantum dalam UU KPK yang baru.
“Mereka harus segera membuat kode etik, tidak hanya kode etik bagi karyawan dan pimpinan KPK, tapi juga kode etik bagi diri mereka sendiri, karena undang-undang itu tidak mengatur hal-hal yang terkait dengan Dewan Pengawas yang lebih lanjut,” kata Refly kepada wartawan, Sabtu, 21 Desember 2019.
Kode etik yang dicontohkan adalah larangan Dewan Pengawas KPK bertemu dengan pihak yang beperkara. Dia mengatakan etik tersebut harus segera diatur.
“Harus diatur. Nggak boleh. Karena mereka juga menjalankan projustitia, karena mereka memberikan izin,” terangnya.
Selanjutnya, Dewan Pengawas juga harus bisa mengakselerasi proses pemberantasan korupsi dari sektor penindakan. Menurut dia, penindakan harus diperkuat dengan dilakukannya banyak OTT agar menimbulkan efek jera.
“Penindakan kan hanya tiga institusi: kejaksaan, polisi, dan KPK. Pencegahan itu malah harus dipimpin langsung Presiden, karena itu tak boleh lemah dalam penindakan, termasuk OTT. Bahkan, menurut saya, harus ditingkatkan. Itulah yang memunculkan efek jera korupsi. Kalau nggak ada OTT, pasti pesta pora,” imbuhnya.
Lima anggota Dewas KPK yang telah dilantik adalah Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK), Harjono (Ketua DKPP), Albertina Ho (hakim), Artidjo Alkostar (mantan hakim agung), dan Syamsuddin Haris (peneliti LIPI). Dia berharap penuh pada sosok Artidjo, yang sudah membuktikan integritasnya semasa menjabat hakim agung.
Dia mengatakan pemberantasan korupsi masih bisa diharapkan dari sisi penindakan. “Dengan adanya Artidjo, kita harap pemberantasan korupsi masih bisa diharapkan dari sisi penindakan. Kalau cuma cegah, orang ditindak aja nggak kapok. Jadi untuk membuat orang kapok, itu bukan dinasihati,” kata dia. (DETIK.com/ROS/DIK)