KORANMADURA.com – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) meluruskan informasi yang beredar bahwa di Selat Makassar terdapat zona megathrust yang mampu memicu gempa dahsyat. BMKG menegaskan informasi itu tidak benar.
“Megathrust adalah Istilah untuk menyebut sumber gempa di zona penunjaman lempeng, tepatnya lajur subduksi landai dan dangkal. Di selat Makassar tidak ada aktivitas penunjaman lempeng (pate subduction) tetapi yang ada adalah sumber gempa Makassar Strait Thrust yang artinya Sesar Naik Selat Makassar,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, Sabtu (11/1/2020).
Daryono menjelaskan Sulawesi memang wilayah yang rawan gempa. Namun Daryono mengatakan potensi gempa itu harus disampaikan sesuai fakta dan tak menimbulkan keresahan masyarakat.
“Adanya potensi gempa dan tsunami di Sulawesi tidak perlu membuat masyarakat kecil hati dan khawatir berlebihan. Semua informasi terkait potensi gempa dan tsunami harus direspons dengan langkah nyata dengan upaya memperkuat mitigasi guna meminimalkan dampak,” ujar dia.
Daryono mengatakan masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa bisa tetap hidup dengan aman dan nyaman. Dia mengingatkan pentingnya mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat dan stakeholder terhadap potensi gempa.
“Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Selandia Baru adalah contoh negara rawan gempa dengan sumber gempa yang aktif dan kompleks. Tetapi mereka berusaha memitigasinya hingga mereka menjadi negara maju dan terus berkembang,” imbuh dia.
Pulau Sulawesi Sebagai Kawasan Seismik Aktif
Daryono mengatakan Pulau Sulawesi termasuk kawasan seismik aktif dan kompleks. Seismik aktif karena wilayah ini memiliki tingkat aktivitas gempa tinggi.
“Disebut kompleks karena memiliki banyak sebaran sumber gempa dengan berbagai mekanisme,” ujar dia.
Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 yang diterbitkan oleh Pusat Studi gempa Nasional (PUSGEN), Pulau Sulawesi memiliki 48 struktur sesar aktif dan 1 zona Megathrust Sulawesi Utara.
“Di Sulawesi, zona megathrust ini berhadapan dengan wilayah pesisir pantai utara Sulawesi Utara, Gorontalo, dan sebagian Sulawesi Tengah bagian utara. Megathrust Sulawesi Utara merupakan sumber gempa yang berpotensi memicu gempa kuat,” ujar dia.
Dalam catatan sejarah, Pulau Sulawesi dan sekitarnya sudah terjadi lebih dari 69 kali gempa merusak dan tsunami sejak 1800. Itu terbagi menjadi lebih dari 45 kali gempa merusak dan lebih dari 24 kali tsunami. Sebagian besar gempa dan tsunami di Sulawesi dipicu sesar aktif.
“Dari sebanyak 24 kali tsunami di Sulawesi, yang dipicu oleh Megathrust Sulawesi Utara hanya 4 kali saja, yaitu (1) Tsunami Utara Gorontalo 25 Agustus 1871 (tidak ada korban jiwa), (2) Tsunami Tolitoli 2 Februari1904 (tidak ada korban jiwa), (3) Tsunami Kwandang-Manado 29 Januari 1920 (tidak ada korban jiwa), dan (4) Tsunami Tolitoli 1 Januri 1996 (9 orang meninggal),” ujar dia. (DETIK.com/SOE/VEM)