Oleh: MH. Said Abdullah*
Sejak pembentukan kabinet pada kepemimpinan Presiden Jokowi periode kedua, salah satu persoalan paling menyita perhatian masyarakat termasuk media adalah BUMN. Dari sejak gebrakan di perusahaan Garuda, Krakatau Steel, Pertamina, perbincangan seputar BUMN seakan tanpa henti. Jiwasraya dan Asabri pun menambah perdebatan wacana di lingkungan BUMN. Terseret pula perbincangan publik tentang BPJS walau bukan termasuk BUMN dan hanya sebagai Badan Hukum Publik.
Di luar kasus dugaan pidana pada perusahaan Garuda dan Jiwasraya secara obyektif harus diakui, berbagai wacana soal BUMN seperti membuka realitas sesungguhnya kondisi BUMN di seluruh Indonesia. Masyarakat luas, terutama DPR merasa seperti mendapat hentakan tajam dari berbagai informasi keadaan BUMN. Betapa BUMN negeri ini ternyata terbelenggu berbagai persoalan yang kadang sangat ironis.
Contoh riil tentang struktur gemuk BUMN. Bagi siapapun yang berpikir rasional tentu merasa terkejut ketika mengetahui perusahaan Krakatau Steel misalnya ternyata memiliki sekitat 60 anak perusahaan. Demikian pula Garuda, ternyata Direkturnya menjadi komisaris pada enam anak perusahaannya. Sebuah gambaran kasar carut marut struktur perusahaan BUMN.
Masyarakat Indonesia tentu masih ingat ketika Presiden Jokowi dalam pidato pelantikan Oktober lalu mewacanakan tentang penyederhanaan atau pemangkasan eselon di lingkungan pegawai negeri sipil (PNS). Presiden Jokowi saat itu mengatakan akan menyederhanakan eselonisasi menjadi dua level dan diganti jabatan fungsional yang menghargai keahlian dan kompetensi.
Di sini makin terasa betapa ironisnya BUMN di negeri ini. Ketika pemerintah justru sedang berusaha keras memangkas dan menyederhanakan birokrasi di lingkungan PNS, ternyata persoalan lebih kompleks terkait struktur ‘birokrasi’ terjadi di BUMN yang nota bene merupakan perusahaan yang seharusnya sangat profesional dengan memperhatikan efisiensi, efektivitas, produktivitas sebagai upaya mengadapi persaingan keras.
Secara logika sederhana BUMN apalagi yang sudah go publik tentu harus profesional dalam seluruh sepak terjangnya. Kemandirian pengelolaan yang diberikan pemerintah melalui regulasi UU tentang BUMN sepenuhnya diharapkan mampu dikelola profesioanal agar memberikan konstribusi optimal pada keuangan negara.
Kementriaan BUMN yang kini dipimpin pengusaha profesional Eric Thohir memiliki beban tugas dalam untuk menata dan memperbaiki kondisi BUMN secara keseluruhan. Pemaparan fakta kondisi BUMN yang jauh dari harapan dan kini diketahui publik otomatis menjadi beban berat bagaimana ke depan agar jauh lebih baik sehingga bebas dari berbagai persoalan seperti terjadi di lingkungan PNS. Bukan hanya tuntutan profesional yang kini perlu perhatian Kementrian BUMN tetapi juga desakan publik, yang mulai mengetahui lebih luas kondisi riil BUMN.
Dua hal mendesak yang perlu mendapat perhatian Kementriaan BUMN yaitu tentang pembenahan struktur perusahaan agar lebih profesional menghadapi persaingan keras. Tidak perlu penjelasan panjang lebar betapa era sekarang ini, perusahaan apapun harus memiliki kesigapan, kecepatan, inovasi, kreativitas dan tuntutan keras dinamika yang semuannya mensyaratkan sistem kerja efektif dan efisien.
Kedua, bagaimana Kementrian BUMN menata manajemen perusahaan agar lebih profesional dengan keseimbangan antara kinerja dan reward insentif penghasilan kepada seluruh pengelola perusahaan. Jangan sampai pengelola BUMN misalnya, menikmati penghasilan luar biasa sementara perusahaan ternyata masih merugi. Perlu penataan mekanisme penghasilan didasarkan atas prestasi kerja sehingga siapapun pengelola BUMN termotivasi berusaha agar mendapatkan keuntungan optimal.
BUMN merupakan perusahaan yang modalnya dimiliki oleh pemerintah yang berasal dari kekayaan Negara dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta memenuhi kebutuhan masyarakat di berbagai sektor kehidupan. Dengan demikian BUMN memang dituntut profesional dalam pengelolaan karena ada beban moral mengelola kekayaan Negara. Ini berarti, secara logika siapapun pengelola BUMN harus mampu memadukan profesional dengan kesadaran mengemban amanah kepentingan rakyat. Sebuah tanggungjawab moral, yang jauh lebih besar dari perusahaan swasta yang sekedar mengejar keuntungan. Begitulah seharusnya BUMN. [*]
*Ketua Banggar DPR RI