KORANMADURA.com – Angin perubahan masih terus melanda Arab Saudi, yang juga terus menggencarkan sektor pariwisatanya. Kini kafe-kafe di sana bahkan sudah mengizinkan laki-laki dan perempuan, bukan muhrim, duduk semeja.
Arab Saudi, yang selama ini dikenal sebagai negara konservatif, perlahan mulai terbuka dengan kesetaraan gender. Traveler mungkin tahu saat ini perempuan sudah diizinkan menyetir, menonton di bioskop, sampai menikmati konser.
Keterbukaan Arab Saudi ini juga bisa terlihat dari kafe atau tempat makan lainnya yang menyediakan ruang untuk perempuan dan laki-laki berkumpul bersama, sesuatu yang dulunya dianggap tabu.
Salah satu kedai kopi bernama Nebt Fenjan di Riyadh telah mengizinkan pelanggan perempuan dan laki-laki duduk bersama sejak 2018 lalu. Mulainya kedai kopi ini hanya diperuntukkan untuk pelanggan perempuan.
Langkah yang mereka ambil ini ternyata telah mendahului aturan terbaru yang disahkan pemerintah Arab Saudi pada Desember 2019. Dilansir dari New York Times, Senin (20/1/2020), pemerintah Arab Saudi telah mengumumkan bahwa bisnis tidak lagi diharuskan untuk memisahkan pelanggan. Kebijakan ini diambil menyusul reformasi sosial yang diprakarsai Putra Mahkota Mohammed bin Salman yang merupakan penguasa Saudi secara de facto.
Sebelum ada aturan ini, setiap kafe harus tunduk pada hukum kerajaan dimana ada pemisahan pelanggan. Setiap kafe, restoran, atau kedai kopi akan dibagi dalam beberapa zona untuk laki-laki lajang, laki-laki yang telah berkeluarga, untuk perempuan, dan keluarga yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Selain itu, laki-laki akan masuk melewati pintu yang berbeda dengan perempuan. Mereka juga harus membayar dalam antrean yang terpisah. Bagi perempuan, mereka biasanya akan makan di balik partisi untuk memastikan privasinya terjaga dari laki-laki.
Shaden Alkhalifah (30) yang mempelajari mengenai fenomena ini mengatakan, “saya pikir alasan mengapa kedai kopi menjadi tren karena orang-orang lebih terbuka pada perubahan.”
“Ini ada hubungannya dengan dialog politik saat ini,” katanya.
Pelanggan-pelanggan di kedai kopi memang didominasi usia muda. Ini mencerminkan proporsi penduduk Saudi dimana 2/3 nya berusia di bawah 30 tahun. Akan tetapi, perubahan di Riyadh ini belum tentu akan diikuti kota-kota kecil lainnya. Walaupun begitu, perubahan masih terus terjadi sehingga bukan tidak mungkin seluruh kota di Saudi nantinya akan seperti Riyadh.
Salah satu pelanggan restoran membagikan pengalaman uniknya berkaitan dengan kebijakan terbaru Saudi tersebut. Ziyad Abdulrahman (26) yang merupakan asisten pengajar di universitas Islam di Madinah akhirnya bertemu dengan teman perempuannya yang selama ini hanya ia kenal melalui media sosial. Momen tersebut bahkan menjadi kali pertama ia bertemu perempuan sendirian di depan umum.
“Itu baik-baik saja,” katanya. “Sebenarnya aku sedikit terlambat dengan hal ini. Masyarakat telah berubah.”
Tak hanya berlaku untuk pelanggan kafe atau restoran, kesetaraan gender juga terlihat dari para pekerja di sana. Saat ini banyak perempuan telah bekerja sebagai barista. Dulu, orang tua hanya akan memperbolehkan perempuan bekerja di kantor yang privat.
Kafe Kanakah misalnya, sekarang lebih terbuka dan menerima staf laki-laki. Padahal dulunya kafe ini hanya menerima pekerja perempuan.
“Sekarang kami membuktikan bahwa laki-laki dan perempuan bisa bekerja bersama.”
Saat ini Kanakah juga sedang mengejar visi yang lebih besar dan lebih inklusif yaitu mempekerjakan perempuan yang mengenakan niqab (kerudung yang hanya memperlihatkan mata) bersama dengan perempuan yang tak berkerudung.
“Saya merasa beruntung menjadi bagian dari generasi ini,” kata pemilik Kanakah, Alismaeel. “Bahkan lima tahun lalu, ini terlihat tidak mungkin.”
Salah seorang barista di Kanakah, Tala Alzaid (19) mengungkapkan bahwa sebelumnya ia bekerja di kafe dengan seluruh stafnya perempuan. Alzaid mengatakan bahwa perempuan yang tinggal di rumah itu kuno. Namun para pekerja kafe itu kemudian dipecat setelah pelanggan mengeluh pada pemerintah.
“Maksudku, ini persamaan hak! Mengapa saya dipecat ketika saya tidak melakukan kesalahan?,” katanya.
“Menurut pemerintah mungkin itu setara, namun di pikiran masyarakat mungkin itu tidak setara.”
Dengan dukungan keluarganya, akhirnya Alzaid bekerja dengan laki-laki karena merasa bosan terus bekerja dengan perempuan.
“Generasi yang lebih muda menerima perubahan,” katanya.
Selain itu, keterbukaan juga terlihat dari menu yang disajikan. Untuk kedai kopi misalnya, dulu kedai kopi umumnya akan menyajikan kopi Arab yang mengandung kapulaga, dituangkan dari panci lengkung ke dalam cangkir mungil dan disajikan pada para tamu dengan sejumlah kurma. Tapi sekarang banyak kafe yang menggunakan peralatan pembuat bir impor Jepang, kue tar yang instagramable, dan suasana yang menyenangkan.
Salah satu kafe bernama Medd Cafe di Jeddah, yang aturan sosialnya lebih santai, menggunakan biji-bijian kopi organik dan dipanggang di rumah. Pemandangan di sekitar Medd Cafe juga tak kalah unik dimana banyak muda mudi berkumpul dengan fesyen yang lebih bebas. Banyak perempuan membiarkan rambut mereka terbuka. Mereka tidak mengenakan abaya atau gamis Arab tetapi memakai jaket, celana jeans, dan sepatu kets.
Segala perubahan di Arab Saudi ini masih terus dinantikan generasi muda di sana juga dunia internasional. Kira-kira akan ada apa lagi ya? (Detik.com/SOE/VEM)