Oleh : MH. Said Abdullah*
Merebaknya virus Corona masih menjadi masalah dunia. WHO telah menetapkan sebagai kondisi darurat global. Berbagai upaya terus dilakukan meminimalkan penyebarannya. Demikian pula upaya keras menemukan vaksin terus diupayakan agar penyembuhan para korban dapat optimal hingga mengurangi korban meninggal.
Para ahli dan tenaga medis bergulat siang malam memecahkan persoalan yang menjadi perhatian masyarakat dunia itu. Obat-obatanpun diupayakan dicari yang paling efektif baik melalui obat kimia maupun herbal.
Virus Corona merupakan musibah kemanusiaan. Kebetulan pertama kali malapetaka kesehatan itu berawal dari Wuhan, China. Sebuah fakta medis seperti kasus Mers awalnya ditemukan Arab Saudi, Ebola di Afrika Barat. Ini artinya kasus-kasus kesehatan seperti munculnya virus baru bisa muncul di manapun.
Karena itu mengagetkan ketika seorang Ustad yang cukup terkenal menjustifikasi kasus Corona dari sudut politik dan keagamaan. Munculnya virus Corona disebutnya sebagai tentara Allah yang bertujuan melindungi ummat Islam Uighur dari tindakan aparat China. Virus Corona itu sebagai hukuman Allah kepada pemerintah China.
Kesalahan logika itu sebenarnya mudah sekali dibantah. Jika benar hukuman Allah kepada pemerintah China akibat perlakuan terhadap Etnis Uighur seharusnya virus Corona hanya menimpa masyarakat China. Bagaimana masyarakat di 27 negara lainnya, yang juga terkena musibah Corona. Bukankah mereka sama sekali tak melakukan apapun terhadap Etnis Uighur.
Lalu bagaimana dengan virus Mers yang pertama kali ditemukan di Arab Saudi. Apakah merupakan hukuman Allah kepada pemerintah dan masyarakat Arab Saudi? Sebuah penyederhanaan tanpa logika.
Seorang netizen yang kesal karena mengkaitkan virus Corona sebagai hukuman Allah sempat mempertanyakan tragedi tsunami di Aceh. “Kalau begitu tsunami di Aceh merupakan hukuman Allah kepada masyarakat Aceh, yang terkenal sebagai Serambi Mekkah. Bukankah masyarakat Aceh sangat Islami,” ujarnya, dengan nada kesal.
Ustad itu tak hanya menyampaikan pernyataan tidak rasional bahwa virus Corona sebagai hukuman Allah. Ia juga dengan yakin menyebutkan bahwa masyarakat muslim Uighur terhindar dari virus Corona karena selalu berwudhu. Sebuah kesimpulan irrasional yang sebelumnya sempat menyebar di tengah masyarakat lalu ditegaskan oleh Kemeninfo sebagai hoax.
Di tengah keprihatinan dunia menghadapi penyebaran dan korban virus Corona semua pihak terutama para tokoh seharusnya memberikan pernyataan rasional. Apalagi menggunakan agama Islam sebagai dasar asumsi pembenaran.
Agama Islam sangat menghargai penggunaan akal dalam memahami sesuatu termasuk soal kesehatan. Para salafussoleh di masa lalu telah memberikan contoh bagaimana mereka mengembangkan sains di bidang kesehatan untuk menjawab berbagai persoalan kesehatan. Seandainya tokoh seperti Ibnu Sina, Ar Razi, Ali At Tabari hidup di era sekarang, yang akan dilakukan adalah berupaya mencari vaksin penangkal virus Corona dan bukan justru bersikap reaktif mencari pembenaran jauh dari rasional.
SIkap rasional dalam bentuk tindakan preventif maupun kuratif penanganan kasus virus Corona saat ini sedang diupayakan baik oleh Kementrian Kesehatan, Kementrian Perhubungan, Kemeninfo, Imigrasi dan pihak terkait lainnya. Lembaga-lembaga lainpun ikut serta berupaya dalam bentuk tindakan langsung maupun ikut memberikan sosialisasi bagaimana agar masyarakat terhindar terkena virus Corona.
Penyebaran virus Corona yang sangat massif merupakan masalah seluruh dunia, tanpa kecuali. Siapapun dan dimanapun mudah sekali terserang virus Corona. Wuhan, China hanya kebetulan merupakan titik awal penyebaran. Karena itu, jauh lebih penting berikhtiar keras mencegah penyebaran dan bukan justru sibuk saling menyalahkan. (*)
*Ketua Banggar DPR RI.