KORANMADURA.com – Wajah Lutfiatin (35), warga Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, terlihat tidak ceria. Senyumnya saat menyambut media ini di ruang tamu rumahnya, Sabtu, 29 Februari 2020, terkesan dipaksakan.
Di pojok ruang tamu, terlihat dua koper besar dan dua koper kecil berwarna biru bertuliskan Garuda Indonesia. Di ruangan berukuran 4×4 meter tersebut, terhampar karpet warna krem. Ada banner bergambar Masjidil Haram dengan diapit foto Lutfiatin dan suaminya, Abdul Qowi (40), dan di atasnya terdapat tulisan “Mohon Doa Restu, Semoga Maqbul” tertenpel di dinding ruangan bagian kanan.
“Harusnya anak saya suaminya berangkat umrah besok (Minggu 1 Maret). Tapi dibatalkan secara mendadak,” kata Khotimah (55), ibu Lutfiatin yang duduk di samping anaknya, yang hanya menjawab pertanyaan dengan mengangguk atau menggelengkan kepala. Ibu dua orang anak itu juga menolak untuk difoto.
Khotimah menjelaskan, informasi pembatalan tersebut baru diterima Kamis 27 Februari 2020 siang melalui pesan di grup WA calon jemaah umrah (CJU) PT. Alwahidiyah, Surabaya, yang satu rombongan keberangkatan. Informasi tersebut disertai dengan dokumen siaran pers Kementerian Agama RI tentang pembatalan pemberangkatan umrah, surat edaran dari asosiasi perusahaan penyelenggara umrah serta link berita kebijakan pemerintah Arab Saudi yang menutup sementara jalur umrah dan ziarah ke Masjid Nabawi di Madinah.
“Kami awalnya ragu dengan kabar itu dan menyangka anak saya menjadi korban penipuan. Tapi setelah menantu saya menanyakan ke pihak travel dan ke jamaah lain yang berangkat melalui perusahaan travel berbeda, kami menjadi yakin. Ditambah siaran berita di televisi,” kata Khatimah.
Kondisi itu membuat kaget keluarga. Sebab segala persiapan untuk keberangkatan anak dan menantunya itu sudah matang. Pihak keluarga sudah menyewa dua mobil untuk anggota keluarga yang akan mengantar keduanya ke Bandara Juanda, Sabtu, 29 Februari siang.
Acara tasyakuran yang sedianya sekaligus pamitan dengan tetangga pada Kamis, 27 Februari malam, diubah menjadi acara tahlilan. Informasi batalnya Lutfiatin dan suaminya ke tanah suci, disampaikan di acara tersebut. Sebab, para tetangga sudah mendengar bahwa keduanya akan berangkat ke tanah suci untuk umrah.
“Kami masih berharap ada kebijakan baru agar tidak ada yang terhalangi untuk ziarah haramain,” harap Khatimah.
Di Pamekasan, gagal berangkat untuk umrah, tidak hanya dialami Lutfiatin dan suaminya, Abdul Qowi. Ada ratusan CJU milik 12 perusahaan dan perwakikan perusahaan penyelenggara umrah di wilayah itu yang juga batal berangkat akibat kebijakan pemerintah Arab Saudi.
Nasib serupa yang dialami Lutfiatin juga dialami 90 orang JCU milik PT. Sabila Travel yang seharusnya berangkat Sabtu, 29 Februari. Mereka harus kecewa karena terpaksa batal ke tanah suci sesuai jadwal. Padahal semua persiapan sudah matang.
Kepala Perwakilan PT. Sabila Travel, Fahrurrozi mengatakan, terpaksa membatalkan keberangkatan jemaahnya yang tergabung dalam dua rombongan JCU.
“Ini di luar kesalahan travel. Sebab, kejadian ini dialami seluruh JCU di seluruh Indonesia,” katanya, Jumat, 28 Februari, sambil menunjukkan surat dari Serikat Penyelenggara Haji dan Umrah Indonesia (SAPUHI) dan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) tentang pembatalan itu.
Sejauh ini, pihaknya belum bisa memutuskan langkah yang akan dilakukan dan masih menunggu keputusan induk perusahaannya di Jakarta.
“Untuk sementara belum ada komplain apapun. Memang kami banyak menerima telpon dari calon jemaah, namun setelah dijelaskan mereka mau menerima,” katanya.
Sejumlah perusahaan travel umrah berpotensi mengalami kerugian hingga mencapai ratusan juta rupiah akibat kebijakan pemerintah Arab Saudi yang menutup sementara jalur umrah dan ziarah ke Madinah. Kerugian itu disebabkan hangusnya visa dan penjadwalan ulang tiket penerbangan dan sewa hotel.
Meski pemerintah Arab Saudi memutuskan membuka kembali jalur umrah dan ziarah haramain pada 14 Maret yang akan datang, namun sebagian perusahaan travel mengaku kesulitan melakukan jadwal ulang sewa hotel karena pada tanggal setelah pembukaan kembali tersebut, pihak hotel menyatakan sudah ada penyewa yang melakukan akad sewa sebelum kebijakan penutupan.
Direktur PT. Madani Travel, Pamekasan, Mohammad Rokib mengatakan, di antara kerugian yang dialami perusahaan penyelenggara umrah adalah masa berlaku visa bagi jamaahnya. Sebagian perusahaan harus melakukan pengurusan visa karena masa berlakunya hanya satu bulan.
Biaya penerbitan visa umrah, jelas dia, sebesar Rp 2,5 juta per jemaah. Bagi perusahaan yang sudah menjadwalkan pemberangkatan pada akhir Februari atau awal Maret dengan paket 15 hari, sudah bisa dipastikan perusahaan tersebut harus melakukan penerbitan ulang visa.
“Yang pasti mereka tidak mungkin akan menjadwal pemberangkatan pada pertengahan atau akhir Maret karena berkaitan dengan penjadwalan ulang sewa hotel,” katanya.
Koordinator perwakilan PT. Asshafwa Travel, Habibi Munir mengatakan, sudah mencoba meminta perusahaan penyedia jasa penginapan di Arab Saudi untuk melakukan jadwal ulang sewa hotel.
Namun, kata dia, untuk bulan Maret hingga awal April, di Makkah seluruh hotel di kawasan yang dekat dengan masjidil haram sudah penuh dan harus mencari hotel lain di lokasi yang jauh dari Masjidil Haram, kecuali menunda hingga akhir April.
“Jika dipaksakan berangkat akhir Maret, konsekwensinya harus mencari hotel yang jauh dari masjidil haram dan ini melanggar jaminan fasilitas untuk jamaah. Jika ditunda hingga April, konsekwensinya harus menerbitkan ulang visa, tentu kami harus mengeluarkan biaya tambahan karena tidak mungkin dibebankan kepada jamaah,” katanya, Sabtu, 29 Februari.
Pihaknya masih akan mengkomunikasikan kondisi tersebut dengan jemaahnya. Ia berharap ada solusi agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Sesuai rencana awal, kata dia, sebanyak 113 calon jemaah umrah perusahaannya dijadwalkan berangkat Minggu, 1 Maret, dan langsung menuju Makkah. Direncakan, di Makkah akan bermalam selama lima hari sebelum bertolak ke Madinah. (G.MUJTABA/ROS/DIK)