SAMPANG, koranmadura.com – Paham radikalisme dan terorisme disebut-sebut sebagai penyakit komplikasi yang mematikan. Hal itu disampaikan oleh mantan narapidana teroris Ali Fauzi Manzi, eks teroris dengan keahlian peracik bom asal pentolan Jamaah Islamiyah Jawa Timur.
“Paham radikalisme dan terorisme tentunya sangat mematikan, karena jalan pikirannya dapat merusak, bukan memperbaiki,” jelas Ali Fauzi sapaan akrabnya saat ditemui koranmadura.com di Pendapa Trunojoyo Sampang, usai mengisi acara Isra Mikraj, Selasa, 10 Maret 2020.
Sehingga, menurut dia, apabila terpapar paham radikalisme dan terorisme, tentu perlu penanganan khusus untuk memperbaiki dan memulihkannya. Namun demikian, penanganan seseorang yang terpapar paham tersebut perlu juga adanya peran dari masyarakat untuk ikut memeranginya.
“Tidak boleh kita percayakan dan diembankan semuanya kepada aparat. Semua pihak baik mayarakat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda juga ikut melakukan penanganan bersama. Jika tidak, aksi teror akan terus terjadi. Sebagai invdividu masyarakat Indonesia, juga harus mempunyai tanggung jawab mengamankan Indonesia. Kita serukan bersama-sama perdamaian,” ungkapnya.
Disisi lain, Ali Fauzi mengakui, langkah pemerintah saat ini dinilainya sudah tepat dalam menangani upaya paham radikalisme dan terorisme.
“Pemerintah saat ini punya Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), khusus menangani radikalisasi. Cuma, sekali lagi perlu dukungan kuat dari masyrakat,” katanya.
Disinggung soal Madura yang disebut ada sebagian yang terpapar paham radikalisme dan terorisme, Ali Fauzi menyampaikan, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir pihaknya menilai masih ada yang join (gabung). Hal itu ia kemukakan setelah adanya peristiwa pembacokan yang terjadi di Mapolsek Wonokromo.
“Terakhir, tidak bisa dipungkiri kasus pembacokan yang ada di Mapolsek Wonokromo yang pelakunya berasal dari Madura,” katanya.
Dia pun mengaku, jika dirinya merupakan adik kandung dari para pelaku Bom Bali I, yakni Amrozi, Ali Gufron, serta Ali Imron. Ketiganya punya nasib berbeda. Amrozi dan Ali Gufron dieksekusi mati di Nusakambangan pada 10 November 2008 silam, sementara Ali Imron dihukum penjara seumur hidup dan menjalani deradikalisasi.
Sedangkan sepak terjang eks teroris asal Lamongan itu, dilakukan selama 13 tahun (1991-2004) menjadi teroris, bagaimana ia memusuhi Indonesia yang dianggapnya thogut atau setan. Dimulai pada tahun 1991, saat ia masih berumur 18 tahun (Lahir di Lamongan pada tahun 1971), Ali menerima surat dari kakaknya bernama Ali Gufron alias Mukhlas alias Huda. Surat itu dikirim dari Afganistan dan di baiat dengan Abdulah Sunkar dengan Abu Bakar Baasyir di bawah bendera Negara Islam Indonesia. Tepatnya di Johor Baru, Pondok Tiram di Institut Lukmanul Hakim.
Namun karena ada perpecahan kelompok, Ali Fauzi kemudian dibaiat kembali di bawah bendera Jamaah Islamiyah bersama almarhum DR. Azhari dan almarhum Noordin M Top. Ia pernah tertangkap di Thailand dan diekstradisi ke Penjara Guantanamo, Amerika Serikat pada tahun 1994. Kemudian saat dibebaskan, pada 1997, Ali melanjutkan kiprahnya di Filipina dan bergabung dengan Organisasi Moro Islamic Liberation Front (MILF). Sebagai anggota elit pos bomber di MILF, Ali ditugaskan mereparasi bom yang gagal meledak saat organisasi itu berkonfrontasi dengan pemerintah Filipina.
Sedangkan di Indonesia pada tahun 1999, Ali Fauzi Manzi ditunjuk sebagai Kepala Instructur Enginering (pengajar teknik) perakitan bom Jemaah Islamiyah. Ia mampu merakit bom mulai kelas kilo hingga satu kontainer.
Kemudian, pasca ledakan Bom Bali I tahun 2002, Ali Fauzi Manzi masuk dalam balcklist Mabes Polri, sehingga ia memilih mengamankan diri ke Filipina. Di sana Ali bertemu sejumlah tokoh Al-Qaeda Asia Tenggara lainnya seperti Umar Patek dan Abdul Matin. Lalu di sana pulalah Ali tertangkap oleh Polisi Nasional Filipina (PNP) pada tahun 2004 dan dideportasi ke Indonesia pada 2007. Dan pada akhirnya, pada tahun 2011, ia pun mantab meninggalkan pemahaman tersebut dan kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Hingga kini ia pun menyerukan perdamaian. (MUHLIS/ROS/DIK)