KORANMADURA.com – Pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan menutup Masjidil Haram dan Masjid Nabawi satu jam selepas shalat isya dan membuka kembali satu jam sebelum shalat subuh dimulai.
Kebijakan yang dinyatakan sebagai upaya mensterilkan dua tempat suci tersebut dari virus corona, menyusul ditemukannya warga setempat yang dinyatakan positif terjangkit setelah kembali dari Iran.
Waktu penutupan, sebagaimana dilansir media terpercaya di Arab Saudi, digunakan untuk penyemprotan disinfektan di kedua tempat ibadah, Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah.
Sebelumnya, pemerintah Saudi juga sempat menutup sementara jalur umrah untuk 24 negara, termasuk Indonesia, akibat virus corona.
Sejumlah jemaah umrah yang berada di Makkah sebelum kebijakan penutupan umrah mengatakan kebijakan tersebut menyebabkan thawaf hanya bisa dilakukan sejak pagi hingga menjelang waktu shalat isya sehingga cukup menyulitkan jemaah karena kondisi Masjidil Haram menjadi sesak akibat pembatasan waktu thawaf.
“Yang biasanya jemaah bisa memilih thawaf sunnah dan umrah pada siang dan malam, akhirnya menyatu pada waktu siang,” kata Nurul Umam yang dihubungi melalui pesan Whatsapp, Sabtu, 7 Maret 2020.
Bukan hanya menyulitkan jemaah untuk memilih waktu thawaf, kebijakan tersebut dikawatirkan berlanjut hingga musim haji tahun ini.
Bukan hal mustahil pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan pembatasan jemaah haji, pelarangan haji bagi beberapa negara atau bahkan penutupan haji dalam satu musim.
Pembatasan jemaah bagi negara-negara pengirim jemaah haji beberapa tahun lalu juga sempat terjadi saat dilakukan renovasi dan perluasan areal Masjidil Haram. Sejumlah negara, termasuk Indonesia, mengalami pemangkasan kuota hingga 20 persen.
Direktur Alharakah Travel, Sampang, Mohammad Alwi mengatakan, pemerintah Saudi yang berstatus sebagai khadimul haramain (pelayan dua masjid haram/Makkah dan Madinah) memiliki otoritas penuh dalam mengatur pelaksanaan haji dan umrah.
“Kita tidak bisa menolak kebijakan apapun yang dikeluarkan Arab Saudi berkaitan dengan haji ataupun umrah. Mereka punya otoritas,” kata Alwi.
Dalam sejarah haji dan umrah, pelarangan haji dan umrah untuk sebagian negara pernah terjadi. Demikian pula dengan penutupan jalur haji dalam satu musim.
Beberapa tahun lalu, saat terjadi wabah penyakit miningitis, yang menyebabkan sekitar 10 ribu orang jemaah terinfeksi pada 1987, Arab Saudi melarang jemaah haji asal India karena diduga menjadi sumber penyebarannya. Pelarangan tersebut berlaku sampai beberapa kali musim haji hingga virus miningitis berhasil ditangani.
Saat terjadi wabah kolera yang menyebabkan ribuan jemaah meninggal dunia pada 1890-an, pemerintah Arab Saudi juga menutup jalur haji (Arafah, Mina, Musdalifah dan Masjidil Haram) untuk semua negara.
Pelarangan haji bukan hanya dikeluarkan pemerimtah Saudi. KH. Hasyim Asy’ari pernah mengeluarkan fatwa haram menunaikaikan ibadah haji, saat Indonesia berperang melawan penjajah.
“Beliau mengeluarkan fatwa tersebut, selain berkaitan dengan keselamatan karena yang berangkat haji dianggap sebagai ancaman oleh Belanda, pada saat itu negara dalam keadaan genting dan membutuhkan tenaga pejuang,” kata Alwi.
Penutupan jalur haji maupun larangan masuk Makkah dan Madinah sudah sering terjadi sejak masa khalifah. Kebijakan tersebut murni karema pertimbangan kemaslahatan.
“Meski demikian, kita berharap dalam kasus korona ini, tidak berimbas pada penyelenggaraan ibadah umrah apalagi haji. Semoga pemerintah Saudi tidak mengambil kebijakan tersebut, sehingga haji maupun umrah tetap bisa dilaksanakan,” harap Alwi. (G. MUJTABA/ROS/DIK)