Oleh MH. Said Abdullah
Kata lockdown tiba-tiba begitu akrab ditelinga masyarakat Indonesia. Beredar di media mainstream, media sosial, whatsApp, facebook dan lainnya. Menyelip di antara kata Corona atau Covid-19. Meramaikan perbincangan tentang bagaimana mengatasi pandemi virus Corona.
Berasal dari kata asing, lockdown secara bahasa berarti membatasi ke luar masuk karena sebuah keadaan darurat. Protokol ini biasanya –untuk di Indonesia- ditentukan dan diputuskan oleh Presiden, sebagai pucuk pimpinan tertinggi di negeri ini.
Tindakan lockdown belakangan diusulkan beberapa kalangan antara lain oleh Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan tujuan mengurangi dampak penyebaran virus Corona. Pertimbangan JK, panggilan akrab Jusuf Kalla, agar kejadian seperti di Italy dan Iran tidak terjadi di Indonesia. Usulan sejenis juga bertebaran di media sosial dengan dasar pemikiran sama. Bahkan ada yang agak mendesak beralasan belajar dari kasus pandemi Corona di Italy, Iran dan Korea.
Secara subtansi usulan perlunya tindakan lockdown di negeri ini, yang bertujuan mencegah lebih luas penyebaran virus Corona, memiliki dasar rasional. Apalagi beberapa negara seperti Malaysia belakangan melakukan hal serupa, pemerintahnya memutuskan memberlakukan lockdown.
Namun pemikiran rasional saja, tidak cukup. Tindakan lockdown tetap memerlukan kajian kontekstual terkait kondisi sebuah negara serta bagaimana format atau variannya. Pemberlakuan di Malaysia, Italy dan Iran tak berarti otomatis kemudian bisa diterapkan utuh di Indonesia. Singapura, Malaysia, Iran dan Italy itu dari segi luas dan kondisi wilayah berbeda jauh dengan Indonesia. Belum lagi budaya, yang menjadi penentu keberhasilan tindakan lockdown.
Pemberlakuan lockdown jika diterapkan di Indonesia bukan hanya potensial tak dapat berjalan efektif. Dampak sosialnya akan sangat besar. Bisa jadi bukan hanya sulit mengurangi tingkat kematian bahkan sebaliknya akan meningkatkan kemungkinan munculnya krisis kelaparan, kekurangan gizi dan lainnya. Krisis itu akan menyebabkan daya immunitas masyarakat lemah sehingga mempermudah jatuhnya korban akibat virus Corona.
Logikanya sederhana. Sudah menjadi rahasia umum angkatan kerja di negeri ini sebagian besar berada di sektor informal seperti pedagang kaki lima, toko kelontong, pekerja kasar, pertanian dan lainnya. Jika mereka kemudian dibatasi tidak boleh keluar rumah untuk melakukan aktivitas ekonomi akan timbul masalah menyangkut pemenuhan kebutuhan hidup.
Sebuah ilustrasi berupa video sangat pas menggambarkan situasi yang akan terjadi bila lockdown diberlakukan. Dalam video itu digambarkan seorang pedagang kaki lima tiduran sambil mengomel. “Jika kami tak boleh ke luar rumah, tak boleh ke mana-mana, kami mau makan apa. Kami bisa kelaparan. Kami memang bebas dari Corona, tapi bisa mati karena kelaparan.”
Pemberlakuan lockdown jika diterapkan secara utuh sebagaimana di Malaysia, bukan hanya jauh dari kemungkinan efektif bahkan akan memunculkan persoalan baru, yang potensial lebih dasyat dari penyebaran virus Corona. Ancaman bahaya lainnya, kemungkinan munculnya krisis sosial ketika masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi relatif terbatas tidak mendapat peluang memperoleh kebutuhan primernya. Keruwetan akan makin parah ketika memperhitungkan tingkat kedisiplinan masyarakat yang masih belum optimal.
Jangan lupa, jumlah penduduk Iran hanya sekitar 82 juta, Italia hanya 68 juta, Malaysia sekitar 32 juta. Tiga negara yang telah memberlakukan lockdown itu jumlah penduduknya jauh dibanding Indonesia yang mencapai sekitar 270 juta. Luas dan kondisi wilayah juga sangat berbeda sehingga tingkat kesulitannya jauh lebih tinggi.
Dengan mencermati budaya masyarakat negeri ini, yang untuk kawasan Jakarta saja yang relatif lebih baik dari sisi apapun, ketika pemerintah baru mengumumkan dua orang positif terinfeksi virus Corona telah menimbulkan panic buying, apalagi jika diberlakukan lockdown di seluruh Indonesia.
Penerapan lockdown dalam format lebih longgar sebenarnya telah diberlakukan seperti sekarang ini, ketika ada himbauan mengurangi aktivitas di luar rumah. Termasuk misalnya, pemberlakuan ketentuan PNS bekerja dari rumah dan anak-anak diliburkan sekolah selama 14 hari.
Langkah-langkah riil yang telah dilaksanakan pemerintah sekarang ini sudah tepat dan relatif berjalan baik. Namun tetap perlu lebih ditingkatkan lagi terutama pada upaya sosialisasi hidup sehat serta partisipasi aktif berperilaku sesuai standar kesehatan. Upaya dan tindakan apapun tetap selalu terbuka dilakukan secara tepat dan efektif untuk mencegah penyebaran virus Corona. Kesehatan dan keselamatan masyarakat merupakan pertimbangan dan tujuan utama apapun yang dilakukan pemerintah.