SAMPANG, koranmadura.com – Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur menemukan 30 daftar inventarisasi masalah (DIM) pada tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pemerintah Kabupaten setempat.
Ketiga Raperda tersebut yakni Raperda perubahan atas Perda Nomor 5 tentang jenis retribusi Jasa Umum, Perda Nomor 6 tentang retribusi Jasa Usaha, dan Perda Nomor 7 tentang Retribusi Perizinan Tertentu. Namun dari tiga perda tersebut, Pansus menekankan pada Perda No 6 pasal 2.
Ketua Pansus II DPRD Sampang, Alan Kaisan menyatakan, setelah dilakukan penggodokan terhadap isi Raperda, pihaknya mengaku ada dua poin dalam Perda Nomor 6 pasal 2 Tahum 2011 tentang jenis retribusi jasa usaha yang perlu diperhatikan oleh Pemkab setempat. Menurut dia, poin pentingnya terdapat pada retribusi rumah potong hewan (RPH). Pihaknya menilai perlu adanya kebijakan yang perlu dibahas lebih jauh.
“Ketiga perda itu berhubungan dengan retribusi daerah, artinya perlu kami lakukan pembahasan lebih detail lagi, mengingat saat ini permasalahan kota Sampang tidak lepas dari rendahnya retribusi dari beberapa sektor penyumbang. Namun perlu dibahas lebih jauh lagi soal RPH,” tutur Alan Kaisan, Rabu, 4 Maret 2020.
Politisi Gerindra ini menyampaikan, pihaknya bersama tim dan pihak terkait juga memiliki catatan untuk Raperda Nomor 6 yang berkaitan dengan penghapusan rumah potong hewan yang jelas-jelas tidak disetujui oleh legislatif.
Kata Kaisan, rumah potong hewan tersebut direncanakan diubah menjadi rumah inseminasi dan kesehatan hewan.
Menurutnya, pertimbangan Pansus II DPRD Sampang adalah ketika hal tersebut dihapus maka otomatis akan menghapus aset yang sudah ada di Kabupaten Sampang.
“Hemat kami (Pansus), aset RPH jangan dihapus, mending nambah aset lagi, karena keberadaan RPH merupakan aset daerah, sehingga perlu adanya peningkatan manajemen dari pengelolaan RPH,” jelasnya.
Poin kedua, keberadaan RPH dinilainya sangat dibutuhkan karena mampu menjaga kebutuhan konsumsi daging di wilayah Kabuaten Sampang.
“Terlebih untuk mengendalikan adanya kualitas daging dari berbagai penyakit. artinya keberadaan RPH itu, supaya dapat meminimalisir atau memproteksi adanya daging konsumsi yang berbahaya dari berbagai penyakit. Kalau penyakitan, masyarakat nantinya akan takut untuk mengkonsumsi daging,” jelasnya.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta Pemkab setempat untuk tidak hanya memperioritaskan peningkatan PAD, melainkan juga memperhatikan perlindungan kesehatan masyatakat pada umumnya.
“Maka dari itu, keberadaan RPH saat ini perlu adanya peningkatan pengelolaan RPH, yakni RPH yang ada ini di kelola dengan baik,” pintanya.
Semetara berkaitan dengan rumah inseminasi dan kesehatan hewan, Alan menyatakan Perda retribusinya tetap ada. Akan tetapi, ada beberapa poin yang menjadi catatan yaitu pengecualian terhadap rakyat miskin. Karena rata-rata yang memelihara ternak sapi kebanyakan warga miskin.
“Nah di sini, Pemkab malah ingin menarik retribusi pada orang miskin. Makanya harus ada Perda yang mengatur atau adanya Perda pengecualian. Sebab jika tidak ada Perda itu, sama halnya Pemkab mencari pendapatan kepada orang miskin. Maka dari itu kami cek ke eksekutif terkait aturan itu, jika tidak ada, kami nanti akan usul penambahan pasal,” jelasnya.
Sementara Kabag Hukum Pemkab Sampang, Harunur Rasyid saat dikonfirmasi mengaku Perda tersebut diakuinya masih belum dilakukan pembahasan antara Pansus DPRD dengan OPD terkait.
“Itu masih dalam pembahasan, kan di Pansus DPRD juga belum dilakukan pembahasan bersama dengan OPD terkait. Jadi kami masih menunggunya di pembahasan nanti. Artinya kami akan tampung keinginan DPRD, dan bagaimana dari OPD, maka kita bahas bersama,” katanya. (Muhlis/SOE/VEM)