SAMPANG, koranmadura.com – Ratusan nelayan asal Kecamatan Camplong, Sampang, Madura, Jawa Timur meggelar aksi di tengah laut dengan mendatangi kapal Husky-CNOOC Madura Limited (HCML) di perairan Pulau Mandangin, Jumat, 20 Maret 2020, sore.
Ratusan nelayan dengan mengatasnamakan Gerakan Sampang Menggugat (GSM) mendatangi perusahaan minyak dan gas (migas) tersebut sebagai bentuk protesnya lantaran dinilai tidak memberikan kontribusi jelas kepada pemkab Sampang.
Koorlap Aksi Syamsudin menyuarakan bahwa HCML dinilai tidak patuh dalam pengelolaan Participasing Interes (PI) sebagaimana mengacu pada peraturan Menteri ESDM Nomor 37 tahun 2016 dan mempertanyakan bentuk tanggung jawabnya terhadap daerah terdampak di Kecamatan Camplong sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2012.
“Nelayan Camplong bukan hanya sekali mendatangi HCML, tapi HCML terkesan abai terhadap tanggung jawabnya. Kami juga memuntut Kementerian Lingkungan Hidup untuk meninjau ulang analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) HCML yang diterbitkan sejak tahun 2011,” teriaknya, Jumat, 20 Maret 2020.
Selain itu Syamsudin mengaku, sejak beroperasi di wilayah perairan Sampang tahun 2017, HCML sudah memproduksi gas 110 Million Standard Cubic Feet Per Day (MMSCFD) dan 7.000 barel per hari.
“Tetapi tidak memberikan kontribusi yang nyata kepada pemerintah daerah, justru yang terjadi sebaliknya masyarakat dan pemerintah yang dirugikan, seolah-olah ini ada pembiaran dan tutup mata,” papar Syamsudin.
Para demonstran ini juga menyampaikan keluhannya mengenai bau yang ditimbulkan akibat aktivitas produksi migas HCML.
“Ada pencemaran lingkungan akibat kebocoran pipa gas di area pengeboran, hal ini juga membuat pendapatan nelayan berkurang yang ditimbulkan dari dampak negatif bau saat melaut,” teriak Zainal Abidin, salah satu korlap aksi.
Sementara Kepala Lapangan produksi HCML, Suryo mengaku, aspirasi masyarakat nelayan sudah diterima dan dicatat. Menurutnya, semua aspirasi tersebut nantinya akan disampaikan kepada pimpinannya. Pihaknya mengaku tidak bisa memberikan kebijakan terlebih mengenai detail persoalan PI san CSR.
“Kami di sini hanya dipasrahkan untuk memproduksi migas. Jadi semua aspirasi yang disampaikan para nelayan, nantinya akan kami sampaikan kepada pimpinan,” katanya.
Selain itu, Suryo membantah terjadi kebocoran pipa. Menurut dia, dugaan bau yang sempat tercium warga merupakan gas layaknya asap kapal dengan pembakaran yang masih dalam batas aman.
“Tidak ada kebocoran. Itu cuma saat pembakaran seperti asap di kapal ini. Dan itupun masih batas aman. Hal itu juga terjadi 2018 lalu. Tapi kami sudah evaluasi hingga sekarang. Kami juga cek lokasi pengeboran ini hingga sejauh dua kilo meter untuk memastikan keamanan proses produksi. Dan petugas kami juga ada di Mandangin, mereka pun tidak melaporkan adanya bau,” jelasnya.
Mendengar penjelasan itu, puluhan perahu pendemo kemudian membubarkan diri meski terlihat belum puas dengan jawaban yang disampaikan kepala lapangan. Mereka pun berjanji akan mendatangi kembali manakala tuntutannya tidak diindahkan.
Pantauan koranmadura.com, terlihat kapal pengamanan bertuliskan Rescue dan polisi sempat menghalau agar perahu dan kapal demonstran tidak mendekati pengeboran. Namun mereka tetap bersikukuh menyampaikan tuntutan. (Muhlis/SOE/VEM)