SUMENEP, koranmadura.com – Pemerintah pusat melalui kementerian terkait telah menggelontorkan dana desa dengan angka yang sangat fantastis. Anggaran tersebut diperuntukkan untuk desa agar lepas dari kemiskinan dan kategori tertinggal.
Namun, sejak DD itu digulirkan, pengelolaannya diwarnai berbagai penyelewengan. Tak sedikit para kepala desa dan perangkatnya dibui gara-gara korupsi dana desa.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sejak 2015 hingga 2019 korupsi DD mencapai 299 miliar. Sementara jumlah kasus korupsi sebanyak 263, sebanyak 207, para pelakunya adalah Kepala Desa, kemudian ada perangkat desa dengan 12 kasus, Bupati 8 kasus, serta ada peran Camat dan stafnya.
Lalu, kenapa bisa diwarnai banyak penyelewengan?
Berdasarkan hasil kajian dan riset Pimpinan Anak Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PAC ISNU) Dungkek, penyelewengan itu terjadi lantaran sumber daya manusia (SDM) yang lemah.
“Sehingga tidak mampu mengelola anggaran,” kata Pengurus Cabang ISNU Sumenep, Hosnan Nasir saat mendampingi teman-teman PAC ISNU melakukan audiensi dengan Pemerintah Kecamatan, Kamis, 26 Maret 2020.
Menurut mantan aktivis PMII Pamekasan ini, SDM lemah mengkibatkan banyak penyimpangan. Modus utamanya ialah penyelewengan infrastruktur, penggelembungan harga, laporan fiktif, dan pembengkakan anggaran. Termasuk perencanaan pembangunan yang tidak melalui kajian matang.
Ibarat seorang dokter, lanjut Hosnan, untuk menentukan obat yang tepat bagi pasien harus melakukan diagnosa terlebih dahulu. Hosnan pun membeberkan hasil kajian ISNU Dungkek dengan Penyuluh Anti Korupsi LSP KPK RI beberapa waktu lalu, KPK menemukan masalahnya adalah sumber daya manusia yang rendah.
“Termasuk desa-desa di Kecamatan Dungkek. Kerap program yang direalisasikan juga tidak tepat sasaran, yang penting gugur kewajiban. Urusan sesuai kebutuhan masyarakat tidak ngurus. Jadi didignosa dulu sebelum dikasih obat,” tegasnya.
Ditambahkan oleh Ketua PAC ISNU Dungkek, Yakup, desa-desa juga kerap ‘absen’ terhadap orang-orang berkompeten, seperti para sarjana dan pemuda-pemuda desa. Akibatnya, hal-hal sederhana seperti musyawarah dusun (Musdus) terkesan mudus.
“Seharusnya, Kades memanggil para sarjana-sarjana andal agar tidak salah dalam perencanaan dan implementasi dana desa sehingga anggaran yang dikucurkan menjadi lebih efektif dan akuntabel,” katanya.
Yakup melanjutkan, banyak sekali penyimpangan terjadi karena ketidaktahuan perangkat desa, terutama kepala desa dalam penganggaran. Akibatnya, banyak yang salah dalam penyusunan program, pembuatan RAB, estimasi, dan lain-lain.
Ia mencontohkan, di Kecamatan Dungkek, para kepala desa menganggarkan pengadaan buku untuk perpustakaan desa pada tahun 2018. Alasannya, menekan angka buta huruf dan meningkatkan minat baca masyarakat. Menurut Yakup, langkah itu tidak salah, karena memang keberadaan perpustakaan desa juga sangat penting.
Namun, menjadi tidak tepat ketika belum direncanakan secara matang. Misalnya, konsep perpustakaan yang menarik seperti apa, SDM pengelola sudah dilatih apa belum, termasuk buku-buku apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akibatnya, kata Yakup, saat ini buku menjadi mubazir. Padahal anggaran pengadaan buku itu cukup besar.
“Artinya, banyak kepala desa yang keliru. Masyarakatnya sakit perut, obatnya sakit kepala,” ujarnya.
Kemudian, ISNU juga menyampaikan hasil kajian terkait tata cara melaksanakan musdes. Kebanyakan, kata Yakup, musdes digelar oleh Kepala Desa. Padahal yang melaksanakan musdes adalah BPD. Selain itu, khusus Dungkek, belum ada BUMDes yang berjalan secara maksimal.
“Hanya bisa dihitung dengan jari, semisal di Bicabi yang berimbrio jadi Bharung Salera. Salah satu warung konsep milenial, juga usaha foto copy, termasuk baru dibuka pangkas rambut. Termasuk mungkin yang berjalan di Desa Dungkek,” sebut Yakup.
Tak hanya itu, pihaknya juga menyampaikan kepada pihak kecamatan bahwa selama ini Camat terkesan abai terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di Desa. “Artinya, pihak Kecamatan belum menjadi guru yang baik bagi desa-desa. Semisal, tak ada tindak lanjut ketika melakukan pembinaan terhadap perangkat desa. Akibatnya, banyak desa tidak tahu,” tambahnya.
Karena itu, dana desa pada 2020 diharapkan memberikan porsi yang cukup untuk peningkatan sumber daya manusia. “Pembangunan infrastruktur memang penting, tetapi pembangunan sumber daya manusia juga tidak kalah pentingnya,” tegasnya.
Camat Zaini: ISNU Dungkek Mitra Strategis
Sementara itu, Camat Dungkek M Zaini mengaku mengapresiasi atas langkah ISNU Dungkek dalam membangun desa. Bahkan Camat meminta ISNU untuk terus mengawal setiap pembangunan yang ada di desa.
“Mari bareng-bareng. Karena kami senang jika ada organisasi seperti ISNU ikut mengawal. Kami ingin ISNU bersinergi dengan Pemerintah Kecamatan untuk mengawal pembangunan di desa,” kata Zaini saat audiensi.
Menanggapi hasil kajian ISNU terkait desa dan dana desa, Zaini juga tak segan-segan mengingatkan kepada Kepala Desa agar melibatkan orang-orang berkompeten. Agar tidak salah dalam mengelola anggaran.
“Termasuk saya juga mewanti-wanti Kades agar jangan cawe-cawe terhadap DD, karena DD bukan untuk Kades, tetapi untuk masyarakat,” tegas mantan Camat Kepulauan ini.
Menurut pria yang akan pensiun pada Oktober nanti menegaskan, tak sedikit Kades yang terlalu terlena terhadap anggaran fantastis DD. “Karena terlena, bisa saja terpengaruh. Makanya, jika ada temuan, silakan kawal ISNU. Tapi dengan catatan harus faktual dan bisa dipertanggung jawabkan,” tegas Zaini
Menanggapi soal Pemerintah Kecamatan belum menjadi ‘guru’ yang baik bagi desa, pihaknya mengakui memang belum maksimal. Tapi selama bertugas di Kecamatan Dungkek, pihaknya bersama Forkompika selalu turun mengawal setiap pembangunan yang dilakukan oleh desa.
Sembilan Solusi ISNU untuk Desa:
1. Desa wajib melaksanakan Musdus dengan melibatkan orang-orang berkompeten seperti sarjana, pemuda desa dan pihak-pihak berkompeten dan andal.
2. Desa akan kreatif dan inovatif jika:
a. Musdes dilaksanakan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), bukan Kepala Desa.
b. Realisasi program desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat
c. Realisasi program desa memprioritaskan kualitas dari pada kuantitas (infrastruktur, kegiatan-kegiatan pemberdayaan dan pembinaan).
3. Pendidikan anak usia dini (PAUD) harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerinah desa (Manajemen pendidikan, rekrutmen guru, operasional, fasilitas dan saran prasarana)
4. Pemberdayaan lebih diprioritaskan (Dana Desa digunakan 50 % untuk pemberdayaan, 50 % untuk pembangunan dan pembinaan).
5. Empat program prioritas Dana Desa harus melalui kajian matang (Bumdes, Sarana Olahraga, Embung dan Produk Unggulan Desa).
6. Pemerintah Kecamatan dan Desa harus membentuk tim khusus (timsus) untuk mendesaign desa agar lebih objektif, kretif dan inovatif .
a. Perpustakaan: ruang perpustakaan representatif. Pengelola/pustakawan harus anda.
b. Internet Desa: Pelanan online , Perpustakaaan online, website Desa.
c. Irigasi dibangun sesuai kebutuhan masyarakat (direncanakan secara matang).
7. Memberikan beasiswa pada masyarakat berprestasi dan tidak mampu.
8. Memberikan bantuan insentif terhadap guru ngaji (mendata guru ngaji dengan objektif).
9. Tidak ada tindak lanjut terhadap pembinaan, monitoring dan evaluasi dari pihak kecamatan.
(SOE/DIK)