SAMPANG, koranmadura.com – Heri Purwanto (31), warga Desa Panggung, Kecamatan Sampang Kota, menanamkan kecintaannya terhadap kultur adat dan budaya lokal Madura ke dalam kopiah batik khas Madura yang menjadi kerajinannya di era globalisasi.
Ustad Heri sapaan akrab Heri Purwanto menceritakan, dirinya menggeluti usaha pembuatan kopiah batik khas Madura dengan motif batik di saat dirinya menjadi seorang penggagguran.
Untuk memulai usahanya, dirinya mengaku hanya bermodal belajar otodidak di rumahnya selama sebulan penuh pada 2017 lalu. Selain itu, dirinya mengaku harus membongkar kopiah hitam yang sudah jadi berulang kali untuk mempelajari bahan dasar dan teknik penjahitannya.
“Saya belajar pembuatan kopiah khas madura ini otodidak. Saat itu, ketika saya lagi nganggur dan harus pinjam mesin jahit milik tetangga. Saat itu pula, saya mencoba belajar dengan membongkar songkok hitam nasional itu berulang kali, baru selama sebulan lamanya, saya pun mencoba membuatnya perlahan hingga bisa membuat kopiah sendiri di rumah,” ungkapnya, saat ditemui di kediamannya, Sabtu, 14 Maret 2020.
Lanjut Heri menceritakan, untuk bahan dasar pembuatan kopiah batik khas Madura yang ia buat, pihaknya menggunakan bahan dasar kain kerah dan kapas jepang. Kemudian pula menggunakan bahan dasar kain storbo yakni kain bahan untuk pembuatan odeng madura.
Menurutnya, songkok khas Madura ini selain cocok dan serasi disandingkan dengan pakaian Sakera, juga cocok digunakan sehari-sehari dan berbagai acara resmi keagamaan lainnya.
“Kami gunakan pula kain batik khas Madura baik batik tulis dan batik cap yang utuh, bukan kain batik bekas potongan. Pemesan juga bisa meminta bahan dan motif yang diinginkan sesuai selera. Songkok Madura buatan saya juga pernah dipakai pak Kapolres Sampang, AKBP Didit,” ujarnya senang.
Dalam sehari, Heri mampu memproduksi sebanyak empat kopiah yang dikerjakan dari pukul 06.00 wib pagi hingga pukul 17.00 wib sore hari. Bahkan dalam sebulannya, Heri mengaku mampu memproduksi sebanyak 100 kopiah yang disesuaikan dengan banyaknya pemesanan. Sedangkan untuk harga per satu kopiah diakuinya masih terjangkau untuk semua kalangan mengikuti bahan dan kualitas batik yang digunakan.
“Alhamdulillah pelanggan sekali pesan, mencapai 35 kopiah. Dan sekarang pesanan rata-rata dalam sebulannya mencapai 100 kopiah. Yang pesan kopiah khas Madura ini diminati di daerah Kabupaten Bangkalan, Sumenep, Sampang, Jakarta, Surabaya, Batam, Bali, Ponorogo. Pelanggan rata-rata pesannya melalui medsos FB dan WA,” katanya.
Untuk saat ini, dirinya mengaku menyediakan dua pilihan warna yaitu batik berwarna merah dan hitam. Selain itu, dirinya mengaku, bagian tersulit pembuatan songkok tersebut yaitu penggabungan penutup lingkaran bagian alas dalam, sehingga diperlukan ketelitian dan kesabaran yang lebih.
“Saya juga gunakan mesin jahit manual agar hasil jahitannya rapi sesuai pola lingkar kopiah,” Akunya tampak malu. (MUHLIS/ROS/DIK)