Miqdad Husein
Ramadan tahun ini terasa sangat berbeda karena pandemi Covid-19. Bukan pada subtansi ibadahnya. Tapi pada asesoris yang biasa mengiringinya. Keseluruhan pelaksanaan ibadah puasa masih tetap berjalan normal. Prosesi rasa lapar dan haus serta peribadatan lainnya masih dapat berjalan baik.
Selintas terasa ada sesuatu yang kurang. Tak ada lagi keramaian berbuka bersama baik di masjid, di kantor maupun di rumah-rumah sejawat. Takmir masjid kehilangan kesibukan. Di Masjid Istiqlal yang biasanya setiap tahun diliput media, karena ada ribuan ummat Islam berbuka bersama, kini sepi senyap. Seakan tak ada masjid, yang mampu menampung puluhan ribu jamaah itu.
Usai berbuka, menjelang pelaksanaan taraweh, celoteh anak-anak yang bersiap-siap berangkat ke masjid sambil menikmati jajanan, praktis tak terdengar lagi. Keriuhan ibu-ibu yang datang ke masjid membawa makanan sisa berbuka untuk saling mencicipi juga tak tampak. Masjid memang dianjurkan tidak lagi menyelenggarakan sholat berjamaah, terutama yang bersifat massal seperti sholat Jumat dan sholat taraweh. Social distancing, jaga jarak untuk memerangi penyebaran Corona benar-benar mengkikis habis kemeriahan dan kesemarakan Ramadan tahun ini.
Sebagian menyesalkan dan kadang masih memaksakan diri melaksanakan sholat taraweh di masjid. Beberapa anak muda diberitakan memaksakan diri melompat pagar karena pintu pagar masjid dikunci. Bukan untuk mencuri tentu saja. Mereka ‘bernafsu’ melaksanakan sholat taraweh di masjid walau pengurus masjid telah menutup dan mengunci masjid.
Saat ini, yang terdengar dari masjid hanya suara adzan setiap waktu sholat. Adzan sedikit bersemangat ketika waktu sholat subuh dan saat berbuka. Tadaruspun nyaris tak terdengar. Ramadan terasa sepi dan biasa saja. Bahkan menjadi sangat luar biasa, karena rasa sunyi melebihi hari-hari biasa. Ya, Covid-19 telah membalikkan suasana secara ekstrim. Senyapnya Ramadan tahun ini melampaui suasana kehidupan kesehariaan. Sunyi, sepi, senyap tanpa riak-riak canda dan tawa kemeriahan layaknya Ramadan.
Adakah ini bertanda Ramadan tahun ini kehilangan makna? Apakah Ramadhan tahun ini yang hampir pasti tak akan diakhiri kesyahduan suasana Idul Fitri dan hiruk pikuk mudik, akan terlewat begitu saja? Tanpa goresan bermakna?
Mereka yang selama ini tak pernah menyibukkan diri dalam asesoris Ramadan secara berlebihan justru merasakan optimisme. Bukan bermaksud mensyukuri suasana Ramadhan yang tak biasa. Apalagi sampai merasakan gembira kedatangan wabah Covid-19 sehingga Ramadan seperti saat ini, sepi. Mereka merasa apa yang terjadi saat ini sebagai sapaan indah Tuhan kepada hambanya. Sapaan yang mengingatkan tentang nilai penting isi ketimbang bungkus; subtansi ketimbang asesoris.
Jika selama ini ummat disibukkan sedemikian rupa untuk kepentingan asesoris, pernik-pernik yang kadang penuh kemubaziran, kini Tuhan seperti mengajak mengingatkan subtansi. Tuhan ingin menyapa dan mengajak umat, untuk mengais lebih banyak keindahan sesungguhnya dari pelaksanaan ibadah Ramadan.
Seakan Tuhan berkata, tahun ini cukuplah sholat taraweh di rumah, agar kedekatan kepadaKu lebih terasakan. Bukankah sebaik-baik sholat sunnah dilaksanakan di rumah? Lupakan sejenak berbagai kesemarakan yang kadang tak meninggalkan jalinan indah hamba dengan Tuhannya. Abaikan sekedar memaparkan tawa kegembiraan puasa dan taraweh tanpa menggapai nilai-nilai spiritual. Singkirkan dulu hiruk pikuk keramaian asesoris yang saat pasca Ramadan, semua kembali seperti semula. Tak ada perubahan ke arah lebih baik.
Biarkan rindumu kepada orangtua karena mudik terlarang semakin membuncah dan membangkitkan kesadaran kemanusiaan lebih dalam. Kerinduan untuk membongkar kenangan indah ketulusan sikap para orangtua yang telah demikian berat mengorbakan apapun yang dimilikinya. Nestapa dan derita yang berkeliaran di sekitar biarlah menjadi penyedap dan pelengkap rindu agar semakin kental kesadaran kemanusian tentang kepedulian.
Pada ramadan tahun ini, melalui Covid-19 Tuhan seakan memanggil hambaNya agar lebih dekat dan jauh dari kesibukan pernik-pernik kurang berarti. Melalui Covid-19 yang menimbulkan dampak nestapa dan derita sosial, Tuhan ingin mengingatkan hambaNya tentang kepedulian mereka yang selama ini tenggelam kesibukan seremonial ubudiyah.
Ramadan yang sunyi dari kesemarakan dan gempita sosial, semoga lebih menyegarkan dan menguatkan nilai spiritual, semangat kemanusian sehingga peribadatan serta keterikatan keagamaan benar-benar memberikan manfaat pada sesama; pada alam semesta.