SUMENEP, koranmadura.com – Tukang ojek dan abang becak merupakan salah satu elemen masyarakat di negeri ini yang tidak bisa memilih bekerja dari rumah (Work From Home) di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang.
Guna “mengepulkan asap” dapur masing-masing, mereka tetap harus keluar rumah. Meski di satu sisi, kampanye #stayathome menggema di mana-mana dalam rangka mengantisipasi semakin meluasnya penyebaran Corona.
Mereka bukan tidak peduli terhadap kesehatan. Mereka hanya tidak ingin melihat anggota keluarganya merintih kelaparan karena tak ada yang bisa dimakan.
Namun, meski setiap elemennya merupakan sub sistem keteraturan holistik yang sempurna, hidup dan nasib tetap selalu tampak berantakan, misterius. Sehingga secara kasat mata, ada kalanya harapan tak segendang-sepenarian dengan kenyataan.
Syamsul Arifin, tukang ojek di Sumenep, Madura, Jawa Timur, merupakan salah seorang yang terimbas pandemi Covid-19. Meski pendapatannya menurun drastis, ia tetap menekuni pekerjaannya.
Nyaris tiap hari ia berangkat dari rumahnya dengan harapan ada banyak penumpang. Namun sejak beberapa minggu terakhir, apa yang diharapkan selalu tak tercapai. Bahkan terkadang pulang dengan penuh ratap.
Syamsul biasanya mangkal di Terminal Arya Wiraraja. Di hari-hari biasa, sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, ia bisa menarik ojek tiga sampai empat kali dalam sehari.
“Sekarang dapat satu penumpang saja sudah maksimal dari pagi sampai maghrib (petang). Sangat susah kalau sekarang,” tuturnya, saat ditemui di tempat mangkalnya, Sabtu, 18 April 2020.
Ia mengaku tak tahu lagi harus bekerja apa. Karenanya mau tak mau tetap bekerja seperti hari-hari biasa seraya berharap tetap ada rezeki yang bisa ia kais.
Selain Syamsul Arifin, salah seorang abang becak di Kecamatan/Pulau Talango, Adi, juga mengalami hal yang sama. Sejak pandemi Covid-19 menyerang, pendapatannya pun drastis berkurang.
Ia yang biasa mangkal dekat pelabuhan Talango, biasanya mengangkut para peziarah yang hendak ke Asta Sayyid Yusuf. “Tapi sejak ada Corona, sudah jarang atau bahkan tidak ada lagi peziarah,” kisahnya.
Kini dalam sehari ia mengaku hanya mendapat penghasilan antara Rp 10 sampai 15 ribu. Bahkan terkadang tidak ada pendapatan yang bisa ia bawa pulang. “Kalau sebelum ada Corona, ya, lumayan lah,” tambah dia.
Bulan puasa kini sudah menjelang. Semoga Covid-19 segera hilang, dan masyarakat tak lagi ragu untuk berlalu-lalang. (FATHOL ALIF/SOE/VEM)