Oleh : A.In’amullah Muhammad*
Stay at home adalah ungkapan singkat dan sederhana yang menjadi kebijakan pemerintah dalam upaya pemutusan mata rantai pandemi Virus Corona secara global ini. Tegas dan lugas. Namun tidak dalam prakteknya. Masyarakat masih seolah merasa ‘curiga’ dan ‘was-was’ akan kebijakan yang sejatinya justru demi kebaikan bersama ini.
Krisis kepercayaan masyarakat yang telah mengakar rumput ini bukan tidak beralasan. Seperti dilansir oleh Kominfo, terkait prihal data hoaks di Negara kita ini, pada akhir bulan Maret lalu sudah dinyatakan ada sekitar 395 kasus yang sangat meresahkan dan berdampak fatal terhadap kebijakan pemerintah dalam skala apapun.
Hal ini bukan sekadar isapan jempol semata, terbukti seringkali aparat memberikan protokol penanggulangan pada masyarakat, namun justru mereka tertangkap mata telanjang, seringkali terlihat melanggar protokol yang di gaungkan tadi.
Kesan tebang pilih kelompok juga begitu hangat dirasakan oleh sekian orang. Demikian pula dalam hal kesan kurang ‘matang’ nya konsep yang ditawarkan. Setengah-setengah.
Belum lagi beberapa isu akan kawasan zona merah yang diduga berkepentingan pada anggaran yang di gelontorkan oleh pemerintah, acapkali pen -zona merahan yang dibuat oleh daerah yang diduga tadi- sangat sarat dengan nilai kapitalis dan politis.
Tidak hanya sampai di situ, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat dan daerah juga tidak luput dari koreksi masyarakat, dari saking seolah tidak yakinnya mereka pada semua orang yang memang sejatinya sudah membidangi.
Di lain sisi, banyak pihak yang juga diduga kuat memanfaatkan ‘peluang’ besar dalam keadaan yang semakin tak menentu ini. Contoh kecil di Sumenep, ada beberapa pengusaha asing yang mulai melancarkan survei lahan eksploitasi yang sangat merugikan masyarakat setempat. Semoga segera ditinjak lanjuti dan bukan justru diamini.
Krisis kepercayaan, adalah pandemi yang jauh lebih mengerikan daripada musibah yang sedang kita hadapi saat ini. Karenanya, langkah utama pemerintah memang sudah seharusnya memberikan rasa percaya dan nyaman akan kebijakan yang hendak diberlakukan di setiap daerah, dengan betul-betul matang, terkonsep dan tidak hanya terkesan mengikut arus mata angin berhembus.
Semoga di bulan suci yang sudah di depan mata, pandemi ini segera berlalu dan kita bisa menikmati ibadah puasa dengan khidmat tanpa cemas dan panik. Semoga dan semoga. (*)
*Budayawan dan Katib Suriyah MWCNU Guluk-Guluk Sumenep.