KORANMADURA.com – Pelatihan petugas haji yang digelar di Asrama Haji Embarkasi Surabaya (AHES) pada 9-18 Maret lalu menjadi salah satu klaster penularan Corona di Jatim. Bagaimana penularan klaster ini?
Ketua Rumpun Tracing Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jatim dr Kohar Hari Santoso mengatakan, ada pasien positif dari klaster ini yang sembuh. Namun ada juga PDP dari klaster ini yang meninggal sebelum hasil swab keluar.
“Jadi situasinya adalah ada pasien 18 yang confirm (positif), satu confirm sembuh di Blitar dan confirm meninggal di Kediri,” kata Kohar saat press conference di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Sabtu, 4 April 2020.
Baca: Pelatihan Petugas Haji se-Jatim di Surabaya Diduga Jadi Klaster Penularan Corona
Oleh karena itu, pihaknya sering ragu dengan data yang dikeluarkan lewat pengumuman dari Kemenkes.
“Karena datanya seperti kemarin keluar banyak, hari ini gak keluar sama sekali. Sehingga sebenarnya lebih tepat untuk melihat kapan orang itu on set mulai sakit. Jadi kita lihat ini,” jelas Kohar.
Saat ini, pihaknya tengah mempelajari dari klaster pelatihan haji. Sebab akan ada puncaknya di tanggal 19 April mendatang. Kemudian, lanjut Kohar, datanya tidak bertambah lagi yang sakit dari 413 peserta.
Diketahui, kasus pertama muncul pada 12 Maret lalu. Penularannya dari satu narasumber yang kemudian membuat jumlah pasien positif meningkat.
“Ini bukan berarti datanya turun, karena ada second trasmission pada orang lain yang terjadi di Lamongan. Yang confirm ada satu yang ternyata teman dekat peserta pelatihan,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjud Kohar, masyarakat disarankan untuk jangan keburu keluar rumah karena sudah dua minggu karantina diri.
“Karena kami masih butuh observasi lebih panjang paling gak dua minggu dari masa inkubasi lagi, baru kita bisa lihat apakah trennya turun atau tidak,” katanya.
Pihaknya pun mengevaluasi dari seluruh kasus pelatihan petugas haji yang digelar di AHES. Kohar mengakui jika belum tuntas mengevaluasi 152 kasus, yang sudah dievaluasi baru 132.
Di Jatim sudah diidentifikasi sekitar 21 titik-titik episentrum penularan. Dimana kasus pertama mulai sakit pada 11 Februari di Malang.
“Klaster pertemuan internasional di Yogya, kemudian dia pulang. Melihat banyaknya klaster sumber penularan ini maka tampak tanggal 16 Maret paling tinggi. Ini akan masih berlangsur penularannya. Masih dibutuhkan isolasi karena kita pingin habis, tidak ada,” pugkasnya. (DETIK.com/ROS/DIK)