SUMENEP, koranmadura.com – Penetapan Latifah sebagai tersangka kasus beras oplosan sah demi hukum. Itu setelah Majelis Hakim Pengadilan Negera (PN) Sumenep, Madura, Jawa Timur menolak praperadilan yang diajukan tersangka.
Baca: Praperadilan Tersangka Beras Oplosan di Sumenep Ditolak, Polisi Bidik Pengoplos Lain
Menanggapi hal itu Ketua Komisi I DPRD Sumenep Darul Hasyim Fath meyakini keputusan Majelis Hakim sudah tepat dan terbaik untuk supremasi hukum ke depan.
“Apapun putusan majelis hakim, kami meyakini itulah yang terbaik bagi proses edukasi hukum kepada publik,” katanya, Senin, 20 April 2020.
Politisi Partai PDI Perjuangan itu menilai sah-sah saja seseorang untuk menguji keabsahan hukum selagi jalur yang ditempuh memiliki legalitas hukum yang jelas. Namun, yang berhak menentukan keabsahan adalah Majelis Hakim.
“Silang sengketa keabsahan atas tafsir hukum formal terhadap objek perkara sepenuhnya menjadi otoritas yang mulia majelis hakim untuk menilai, dan tak ada ruang sekecil apapun untuk Contempt of Court,” jelasnya.
Dilansir dari Wikipedia, Contempt of Court berarti penghinaan terhadap pengadilan, disebut sebagai “penghinaan” adalah pelanggaran karena tidak patuh atau tidak hormat terhadap pengadilan hukum dan para petugasnya dalam bentuk perilaku yang menentang otoritas, keadilan dan martabat pengadilan.
Sebelumnya Latifah saat mengajukan praperadilan dikawal tujuh pengacara dari lembaga advokat dan konsultan hukum Rudi Hartono, SH.MH, & Associates. Tujuh pengacara tersebut adalah Rudi Hartono, Zakariyah, Kamarullah, Syuhada’ Mashari, Ali Yusni, Hidayatullah, Nadianto. Namun, upaya hukum tersebut ditolak oleh Majelis Hakim, sehingga penetapan tersangka Latifah sah demi hukum. (JUNAIDI/SOE/DIK)