SUMENEP, koranmadura.com – Namanya Sadek. Seorang kepala keluarga yang terpaksa hidup di sebuah gubuk bambu berukuran sekitar 5×3 meter di Desa/Kecamatan Batuan, Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Di gubuk yang sempit itu, Sadek tinggal bersama istrinya, Rusmani, dan kedua anak perempuannya yang masing-masing berusia 7 tahun dan 17 bulan. Ia tinggal di gubuk setelah tak kuat lagi membayar biaya tempat kos atau indekos.
Sadek dan istrinya adalah warga Pulau Kangean. Namun sejak sekitar empat tahun lalu, ia tinggal di indekos di Desa Kolor, Kecamatan Kota. Di Kangean sendiri dia mengaku sudah tak punya rumah.
Saat ditemui di gubuk bambunya, Sadek menuturkan bahwa dari waktu ke waktu biaya tempat kos yang ia tempati terus naik. Dari mulai Rp 200 ribu per bulan hingga Rp 350 ribu.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia, ia mengaku masih kuat membayar biaya kosnya. Karena sehari-hari pasti ada pekerjaan yang bisa ia lakukan untuk menghasilkan uang. Meski tak seberapa.
“Biasanya saya bekerja bangunan. Tapi sejak ada Corona ini, pekerjaan mulai sulit didapat, dan saya tak kuat lagi membayar kosan,” tuturnya.
Di tengah situasinya yang begitu sulit itu, beruntung ada salah seorang kerabatnya yang memberikan sepetak tanah untuk dibangun tempat tinggal. Di awal-awal, gubuknya hanya beratap terpal. Sehingga ketika hujan kerap bocor.
Namun belakangan, menurut dia, ada salah seorang dermawan yang memberinya bantuan asbes. Sehingga kalaupun turun hujan, gubuknya tak langsung bocor.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, ia mengaku tetap mengandalkan kerja serabutan. Apapun itu, yang penting halal dan bisa menghasilkan uang.
“Kalau di awal-awal saya di sini, terkadang dipanggil oleh Puskesmas (Batuan). Di sana saya bersih-bersih. Seminggu terkadang dua sampai tiga hari. Bayarannya pun harian,” tuturnya. (FATHOL ALIF/SOE/VEM)