Oleh : Miqdad Husein
Di tengah pandemi Covid-19, disamping persoalan data-data tentang peningkatan jumlah terinfeksi, meninggal dan yang belakangan menyuntikkan optimis yaitu kesembuhan pasien, merebak pula dinamika pelaksanaan penyerahan bantuan kepada masyarakat terdampak. Yang paling menonjol setidaknya ada dua hal yaitu persoalan akurasi data dan penyerahan sumbangan yang langsung dilakukan Presiden Jokowi.
Akurasi data masyarakat yang berhak menerima bantuan agaknya masih merupakan penyakit lama negeri ini. Pemerintah, pemerintah daerah bahkan pada tingkatan RW dan RT sekalipun, persoalan data masih carut marut. Sebuah realitas yang perlu menjadi perhatian pemerintah agar kejadian sejenis tidak terulang dan terulang lagi. Bukan hanya menyebabkan sasaran kurang tepat, ketakakuratan data mudah sekali digoreng para petualang politik, yang kadang mengabaikan persoalan riil masyarakat yang terdampak pandemi.
Persoalan penyerahan bantuan yang langsung dilakukan Presiden Jokowi tak kalah menyita perhatian masyarakat. Lagi-lagi terlihat sekali yang menyoroti lebih banyak nuansa politik ketimbang memberikan masukan obyektif. Ironisnya, ada sorotan kontradiktif terkait posisi politis Presiden Jokowi.
Seorang pengamat politik ketika mengomentari apa yang dilakukan Presiden Jokowi, yang sekali waktu sempat menyerahkan langsung bantuan kepada masyarakat mengingatkan agar tak melakukan pencitraan karena Pilpres mendatang sudah tidak ada kesempatan lagi maju sebagai Presiden.
Terlihat jelas komentar itu kontradiktif. Di satu sisi yang bersangkutan paham bahwa Jokowi tidak bisa lagi maju sebagai Calon Presiden pada Pilpres mendatang. Tapi anehnya, menganggap apa yang dilakukan Presiden Jokowi sebagai pencitraan. Lha untuk apa melakukan pencitraan bukankah sudah tak ada lagi kepentingan politik di tahun 2024.
Lalu apa sebenarnya kepentingan Presiden Jokowi dengan sesekali terjun langsung membagikan bantuan ke tengah masyarakat? Apalagi sampai menerobos ke sudut-sudut sempit di malam hari yang bagi sebagian orang jelas menakutkan terutama tentang kemungkinan bahaya terinfeksi Covid-19.
Mereka yang pernah memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan akan bisa memahami psikologi Presiden Jokowi. Apa yang dilakukan beliau semacam membangun emosional bonding antara Presiden dan rakyatnya serta membangun rasa kepedulian sosial.
Walau telah memiliki tim yang menangani penyerahan bantuan, siapapun yang ingin membantu masyarakat luas sering menyelinap keinginan merasakan suasana kebatinan bertemu mereka yang dibantu. Mereka ingin lebih mengerti dan memahami suasana kebatinan masyarakat yang memerlukann bantuan. Katakanlah semacam sikap meresapi derita dan nestapa sesungguhnya agar makin mempertajam kepekaan sosial. Ingin mendengar langsung denyut nadi dan nurani mereka yang perlu perhatian.
Kalau sekedar ingin mengecek apakah bantuan benar-benar telah diterima rasanya terlalu klise. Apa yang dilakukan Presiden Jokowi, lebih sebagai sebuah pengembaraan batin untuk makin memberikan semangat kepedulian dan perhatian pada rakyat yang dipimpinnya. Juga, sebagai proses pendidikan untuk mengajak seluruh rakyat yang memiliki kemampuan agar peduli kepada sesama.
Dengan mencermati video proses penyerahan bantuan, yang berlangsung di malam hari serta masuk ke sudut-sudut sempit, dengan resiko kesehatan terinfeksi Covid-19, seharusnya menjadi pelajaran berharga tentang nilai kepedulian. Presiden Jokowi memperlihatkan empati dan perhatian langsung kepada rakyat lapisan bawah. Beliau bukan sekedar memberi contoh tetapi terjun langsung ‘menjadi’ contoh.
Jika Presiden saja masuk ke sudut-sudut sempit kehidupan rakyat, seharusnya mereka yang berada dalam posisi kepemimpinan dalam tingkatan lainnya, lebih semangat dan giat lagi peduli kepada rakyat. Demikianlah seharusnya.