Oleh : Miqdad Husein
Kata terserah tiba-tiba begitu sering bertebaran di media sosial. Sempat menjadi trading topik di twitter, facebook dan jejaring sosial lainya. Foto-foto para petugas medis membawa poster kata terserah sempat viral. Sebuah video pendek juga tersebar di jejaring sosial meneriakkan kata terserah.
Ada apa dengan kata terserah yang kadang diikuti kata Indonesia. “Terserah Indonesia.” Ternyata merupakan respon dan ekspresi ketakpuasan terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Sebuah respon kekesalan terutama dari kalangan tenaga medis, yang merasa kurang terwakili perasaan, pikiran dan kerjanya.
Respon pertama sangat jelas mengarah pada pernyataan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang secara terbuka mengumumkan tentang dibolehkannya armada transportasi umum untuk beroperasi. Karuan saja, berbagai komentar sinis mempertanyakan konsistensi pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 terutama terkait larangan mudik. Makin membuat geram sementara kalangan ketika di Bandara Soetta pada hari pertama penumpang berkumpul mengabaikan social distancing. “Lho mudik dilarang kok armada transportasi diizinkan beroperasi?” demikian antara lain suara mempertanyakan pernyataan Menteri Perhubungan Budi Karya.
Sebenarnya tak ada perubahan mendasar terkait kebijakan pengaturan transportasi. Mudik tetap dilarang. Perjalanan antar daerah tetap tidak dibolehkan. Gubernur DKI Jakarta bahkan mengeluarkan Pergub yang melarang siapapun keluar dan masuk Jakarta, sebagai kelanjutan kebijakan larangan mudik pemerintah.
Lalu apa masalahnya? Terlihat di sini lebih merupakan buruknya komunikasi Menteri Perhubungan Budi Karya. Ia lebih menekankan dibukanya izin operasi armada dan bukan tujuan utamanya untuk melayani petugas terkait Covid-19 seperti aparatur sipil negara, TNI/Polri, pegawai BUMN, lembaga usaha, NGO, yang semuanya berhubungan dengan penanganan Covid-19. Pengecualian juga diberikan kepada masyarakat yang mengalami musibah dan kemalangan seperti meninggal dan keluarga yang sakit keras; termasuk repatriasi pekerja migran Indonesia, WNI, pelajar dan mahasiswa yang akan kembali ke tanah air. Semua bisa dilakukan dengan persyaratan sangat ketat seperti surat sehat bebas Covid-19.
Media juga berperan menimbulkan tanda tanya dan kesalahpahaman di tengah masyarakat ketika memanfaatkan kecerobohan komunikasi Menteri Perhubungan. Seharusnya ditegaskan bahwa untuk melayani kebutuhan penanganan Covid-19 agar tidak terganggu, pemerintah memberikan izin pengoperasian armada transportasi umum. Jadi bukan izin pengoperasian yang ditekankan melainkan kepentingan untuk melayani kebutuhan mendesak penanganan Covid-19.
Kesimpangsiuaran pemberitaan makin merebak ketika masyarakat kadang kurang teliti dalam membaca berita. Bahkan ada kecenderungan hanya sekedar membaca judul, yang memang dibuat mengejutkan oleh media. Padahal, jika dicermati tetap saja tak ada perubahan terkait pengaturan transportasi termasuk larangan mudik. Beruntung, segera ada klarifikasi relatif gencar dari jajaran pemerintah bahwa mudik tetap dilarang.
Kata terserah juga terkait wacana pemerintah untuk melakukan relaksasi dalam pelaksanaan PSBB. Namun lagi-lagi menimbulkan penafsiran. Padahal relaksasi masih sebatas rencana. Itupun dengan tetap mempertimbangkan perkembangan penanganan pandemi Covid-19. Pernyataan Presiden Jokowi sangat tegas dan jelas bahwa jika rencana relaksasi dilaksanakan tetap harus menggunakan standar protokol penanganan pandemi Covid-19 dan mempertimbangkan kondisi pandemi. Berkali-kali kata hati-hati digaris bawahi Presiden Jokowi terkait rencana relaksasi itu.
Pemerintah sudah tentu memperhitungkan berbagai kemungkinan untuk menerapkan relaksasi PSBB. Yang menjadi masalah justru secara kasat mata berbagai media memaparkan tentang ketakdisiplinan masyarakat dalam mematuhi kebijakan PSBB.
Sudah menjadi rahasia umum ada kecenderungan masyarakat berperilaku jauh dari tertib mengikuti ketentuan PSBB. Bahkan untuk soal paling mendasar kewajiban memakai maskerpun, masih banyak masyarakat yang melanggar.
Dalam persoalan mudik misalnya, banyak masyarakat dengan berbagai cara masih berusaha memaksakan diri untuk mudik. Tindakan aparat kepolisian yang menindak tegas pemudik untuk berputar balik ke daerah asal hampir terjadi setiap waktu. Ribuan kendaraan bermotor telah dipaksa untuk balik kembali oleh aparat kepolisian, gambaran riil perilaku ngeyel sebagian masyarakat negeri ini.
Selama pandemi Covid-19 masih belum memperlihatkan tanda-tanda curva mendatar, memperlihatkan penurunan, seluruh rakyat negeri ini seharusnya tetap berusaha berperilaku disiplin sesuai protokol penanganan pandemi Covid-19. Mutlak diperlukan kedisiplinan dan kerja keras seluruh masyarakat negeri ini jika berharap pandemi Covid-19 segera berakhir.