BANGKALAN, koranmadura.com – Puasa bisa diartikan sebagai menahan diri dari lapar dan haus, mulai dari terbitnya fajar atau masuk waktu salat subuh sampai terbenamnya matahari atau saat azan maghrib berkumandang.
Namun, sebenarnya puasa tidak hanya cukup menahan lapar dan haus saja. Jauh dari itu, umat Islam juga harus berpuasa dalam menahan hawa nafsu yang ada diri kita ini.
“Bukan hanya berpuasa dengan tidak makan, minum dan berjimak. Tapi ada yang lebih penting, yaitu menahan hawa nafsu,” kata Ketua MUI Bangkalan, Madura, Jawa Timur, KH. Syarifuddin Damanhuri, Sabtu, 16 Mei 2020.
Hawa nafsu yang dimaksud, lanjut Kiai Syarif, sapaan akrabnya menjaga perkataan dari hal- hal yang buruk dan juga tingkah laku yang tidak menyinggung perasan orang lain.
“Menghindari perkataan jelek dan meninggalkan tingkah laku yang tidak sopan,” katanya.
Oleh karenanya jika, bagi kaum muslim tidak bisa menahan hawa nafsu tersebut, maka puasanya akan sia-sia. Kata Kiai Syarif bagaikan telor yang utuh, namun isinya tidak ada.
“Sah tetap sah puasanya, tapi tetap tidak akan dinilai oleh Allah, utuh telornya tapi tidak ada isinya,” katanya. (MAHMUD/SOE/VEM)