BANGKALAN, koranmadura.com – Lebaran ketupat biasa dirayakan pada hari ke delapan dalam bulan Syawal. Lumrahnya, masyarakat, khususnya di Madura merayakan dengan tahlilan secara bergiliran di setiap rumah dan ada juga yang hanya ‘ter ater’ (mengantarkan masakan ketupat) ke tetangga-tetangga terdekat.
Lebaran ketupat ini sudah menjadi tradisi di pulau garam, apalagi di kebupaten Bangkalan yang terkenal disebut kota dzikir dan shalawat. Rasanya, masih kurang afdal jika tak merayakan lebaran ketupat tersebut, walaupun sebelumnya sudah merayakan hari idul fitri.
Namun dalam pelaksanaan lebaran tersebut, terkadang masyarakat hanya ikut-ikutan saja dari tetangga sebelah, sehingga tidak mengerti bagi siapa sebenarnya lebaran ketupat itu.
Ketua MUI Bangkalan, KH. Syarifuddin Damanhuri menyampaikan, lebaran ketupat seyogyanya diperuntukkan kepada umat Islam yang sudah melaksanakan puasa setelah hari raya idulfitri.
“Sebenarnya lebaran ketupat itu bagi orang yang berpuasa setelah Idulfitri,” kata Kiai Syarif sapaan akrabnya, Minggu, 31 Mei 2020.
Menurut kiai Syarif, umat Islam sebenarnya disunahkan berpuasa selama enam hari setelah hari raya idulfitri. Sedangkan lebaran ketupat itu, katanya hanya suatu perayaan saja, karena sudah menyelesaikan puasanya.
“Puasnya sunah bagi orang Islam, pelaksanaan lebaran ketupat sebagai perayaan saja,” ucapnya.
Lalu bagaimana bagi orang yang tidak berpuasa, namun merayakan lebaran yang sudah membudaya itu? Pihaknya menyampaikan, umat Islam sah-sah saja merayakannya. Menurut Kiai Syarif, yang dihitung dalam perayaan tersebut adalah sedekahnya yang diberikan kepada tetangga.
“Yang sunah sedekahnya saja dengan diberikan kepada tetangga-tetangga, baik diantarkan atau diundang ke rumahnya,” ucapnya. (MAHMUD/SOE/VEM)