KORANMADURA.com – Organisasi Pangan Dunia/Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi krisis pangan dan kekeringan melanda negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Merespons peringatan tersebut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso alias Buwas mengatakan impor beras untuk mempertahankan stok dalam negeri diperlukan dengan beberapa pertimbangan.
Melalui ketetapan pemerintah, Bulog ditugaskan menyimpan cadangan beras pemerintah (CBP) 1-1,5 juta ton di gudang per tahunnya. Saat ini, di gudang Bulog stok CBP sebanyak 1,4 juta ton.
Sementara, pemerintah berencana menggelontorkan 900 ribu ton beras untuk bantuan sosial (bansos) kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di seluruh Indonesia. Buwas mengatakan, jika bansos tersebut tak jadi disalurkan melalui Bulog maka impor yang diperlukan hanyalah 300 ribu ton. Selain itu, impor ini hanya dilakukan jika di bulan September-Oktober ini tak ada panen beras.
“Kalau sampai September-Oktober tidak ada produksi, dan kalau memang stok 900 ribu ton nggak ada dipakai, kita hanya paling banyak itu impor 300 ribu ton,” papar Buwas di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis, 25 Juni 2020.
Namun, jika stok CBP yang wajib tersedia hanyalah 1 juta ton di gudang Bulog, maka ia memastikan tak perlu ada impor.
“Tapi kalau stok hanya perlu 1 juta ton ya nggak perlu, karena kita kan CBP ini 1-1,5 juta ton,” tegas mantan Kabareskrim tersebut.
Menurut Buwas, impor beras ini perlu sangat dipertimbangkan. Pasalnya, ia sendiri tak mau kejadian tahun 2018 terulang kembali, di mana Bulog merealisasikan impor sebanyak 1,8 juta ton, dan beras tersebut masih tersisa di gudang Bulog sampai sekarang.
“Kembali persoalan adalah pasti nggak digunakan? Kalau hanya kita simpan ini hanya mengulang tahun lalu. Di mana 2017 kita impor, 2018 tiba barang itu, sampai hari ini tersisa,” jelas dia.
Selain itu, menurutnya beras impor tahun 2018 itu memenuhi kapasitas gudang, sehingga Bulog kesulitan mencari tempat penyimpanan beras yang baru diserap dari hasil panen petani rakyat.
“Dan itu menghambat penerapan kita juga karena kapasitas gudang kita. Kita mau menyerap susah, sedangkan yang impor ini bukan jelek, tapi taste-nya berbeda dengan selera orang Indonesia. Maka kalau kita campur begitu saja akan bermasalah. Maka harus kita campur dengan beras dalam negeri, supaya taste-nya bisa diterima oleh masyarakat kita. Ini masalah juga,” tutup Buwas. (DETIK.com/ROS/VEM)