SUMENEP, koranmadura.com – Jelang musim produksi, para petambak garam di Sumenep, Madura, Jawa Timur, masih waswas untuk menggarap lahannya. Pasalnya masih banyak garam sisa produksi musim sebelumnya belum terserap.
Di sisi lain, para petambak garam tidak bisa mengandalkan PT. Garam meski kantor pusatnya telah berada di Sumenep. Sejauh ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu disebut tidak menyerap garam rakyat.
“PT. Garam tidak melakukan penyerapan. Saya tidak tahu alasannya. Padahal informasinya mereka punya dana untuk melakukan penyerapan,” ujar salah seorang petambak di Sumenep, Suharto.
Selain tidak menyerap garam rakyat, yang juga disesalkan petambak di Sumenep, PT Garam justru menjual garam produksinya kepada perusahaan-perusahaan tempat petambak menjual garamnya.
“Sehingga apa yang dilakukan PT Garam itu terkesan mengganggu kami. Apalagi mereka menjualnya dengan harga lebih murah daripada harga garam rakyat,” ungkapnya.
Humas PT. Garam, Rico, menjelaskan, terkait penyerapan garam rakyat oleh pihaknya ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan. Salah satunya PT. Garam tidak bisa membeli garam di atas harga pasar.
“Artinya jika PT Garam hanya bisa menjual Rp 500/kg, maka bisa membeli ke rakyat juga maksimal Rp 500 dan tidak bisa membeli garam rakyat di atas harga itu. Saat ini harga sedang jatuh. PT Garam juga merugi,” papar dia kepada awak media.
Jika memaksakan membeli di atas harga pasar, maka PT. Garam akan berhadapan dengan BPK. “Dan itu sudah menjadi temuan BPK. Direksi disalahkan,” jelasnya.
Pertimbangan lainnya berkaitan dengan kapasitas gudang yang sangat terbatas. Menurutnya proses pengadaan akan menyesuaikan dengan kemampuan gudang PT Garam menampung garam.
“Sementara ini PT Garam juga harus memikirkan produksi yang baru. Makanya daya tampung gudang harus diperhitungkan,” tambah dia. (FATHOL ALIF/SOE/DIK)