SAMPANG, koranmadura.com – Tiga warga yang masih memiliki hubungan kekerabatan di Sampang, Madura, Jawa Timur nekat melakukan ritual sumpah pocong di Masjid Madegan, Kelurahan Polagan, Kecamatan Sampang, Rabu, 24 Juni 2020.
Jalur ini ditempuh setelah dua keluarga tak menemukan kesepakatan soal dugaan ilmu santet.
Tiga warga tersebut terdiri dari dua ibu rumah tangga dan satu pemudi yang masih memiliki hubungan kekeluargaan, yaitu Misriyah (71) dan Suranten (60) selaku tertuduh dan Hikmah (20) selaku penuduh.
Ketiganya berasal dari warga Dusun Murombuk Timur, Desa Tebanah, Kecamatan Banyuates. Mereka sepakat melakukan prosesi ritual sumpah pocong setelah terjadi cekcok soal dugaan ilmu hitam.
Juhari (40), anak dari Ibu Suranten menceritakan, cekcok antar kekeluargaan tersebut bermula saat Hikmah menghadiri acara hajatan di bulan Sya’ban dua bulan lalu di rumahnya. Saat itu, Hikmah mendapat bingkisan berupa makanan.
“Selesai memakan makanan dari acara hajatan, Hikmah kemudian merasa kesakitan pada tenggorokannya sehingga mengadu ke orang tuanya dan langsung dilarikan ke dukun,” ceritanya.
Usai dari dukun, lanjut Juhari menceritakan, keluarga Hikmah kemudian menuduh ibunya memiliki ilmu santet yang dikirim melalui makanan. Bahkan tuduhan itu, katanya tidak hanya pada saat sakit yang dialami Hikmah baru-baru ini, melainkan sejak puluhan tahun ibunya juga mendapatkan tudahan dari keluarga penuduh.
“Tuduhan ini (memiliki santet) tidak hanya kali ini, sejak puluhan tahun yang lalu orang tua saya dituduh memiliki ilmu santet,” akunya.
Sementara Abdus Sarip (56) selaku ayah Hikmah menyampaikan, beberapa waktu lalu anaknya mengalami sakit tenggorokan setelah memakan makanan hajatan Suranten. Keluhan yang dialami anaknya berupa sakit tenggorokan.
“Jadi saya bawa ke dukun di Desa Bringkoning Kecamatan Banyuates, katanya dukun, Hikmah terkena santet baru-baru ini,” tuturnya.
Saudara dari tertuduh ini juga menyatakan, derita penyakit yang dialami anaknya hingga saat ini masih terasa namun sudah mulai membaik.
“Sudah dua bulan lamanya dan katanya dukun ilmu itu (santet) masih tetap ada,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Takmir Masjid Madegan Hasyid Abdul Hamid mengatakan, kedua belah pihak terobsesi dengan adanya sumpah pocong ini. Namun sebelum dilakukan ritual sumpah pocong, pihaknya telah memberikan pengertian kepada kedua belah pihak untuk berpikir ulang untuk pelaksanaan sumpah pocong ini. Sebab, satu tahun yang lalu salah satu warga asal Kecamatan Banyuates meninggal setelah melakukan sumpah pocong dengan polemik dugaan kepemilikan santet.
Selain itu, ritual sumpah pocong diyakini sangat sakral. Sehingga bagi yang melaksanakan ritual sumpah pocong diakuinya sangat berisiko tinggi.
“Dulu itu yang meninggal si penuduh, dia meninggalnya setelah 30 hari pasca menjalankan sumpah pocong,” akunya. (Muhlis/SOE/VEM)