Oleh: Miqdad Husein
Ini tentang cerita perjalanan di tengah pandemi Covid-19. Sebuah perjalanan penuh kewaspadaan dan kehati-hatian serta keharusan siap mental bersabar menghadapi berbagai pemeriksaan yang populer disebut check points.
Depok, pinggiran Jakarta, sebagai titik berangkat kebetulan tak tersentuh periode transisi Jakarta. Praktis relatif bebas dari keharusan mengantongi Surat Izin Keluar Masuk (SIKM). Tak ada hambatan berarti perjalanan mengitari sebagian pulau Jawa.
Setelah sekitar empat jam perjalanan, sejenak singgah sholat Jumat di Masjid Raya At Taqwa, Cirebon. Suasana masjid memberikan rasa tentram tanpa kekhawatiran. Protokol Covid-19 seperti jaga jarak, memakai masker serta mencuci tangan dilaksanakan dengan tertib. Pengurus masjid juga menyediakan masker bagi yang terlupa terutama para manula.
Sebelum khotib naik mimbar petinggi masjid memberikan pesan mengingatkan para jamaah untuk mentaati protokol Covid-19. Sesuatu yang tidak biasa dilakukan sebelum khotbah Jumat itu jelas bernilai penting mengingat masyarakat sering atau pura-pura lupa alias tak peduli.
Khotib yang tampil seperti melengkapi pesan pengurus DKM. Secara meyakinkan khotib menegaskan tentang peran masjid di era pandemi. Melalui ketaatan protokol Covid-19 masjid seperti disebut khotib dapat menjadi inspirasi dan contoh bagi masyarakat. “Insya Allah akan lebih mudah diikuti masyarakat sosialisasi dan praktek sosial dari masjid karena dilandasi nilai-nilai agama. Jadi, masyarakat lebih mudah meyakini,” papar khotib.
Maksud khotib bahwa jika ada sosialisasi apalagi contoh riil dari masjid, masyarakat akan langsung mentaati tanpa perlu khawatir ada berbagai muatan kepentingan. Relatif lebih aman dari pesan sponsor politik.
Masjid memang bisa menempati posisi strategis dalam dinamika sosial. Termasuk di masa pandemi Covid-19. Ketika hoax dan fitnah berkeliaran serta beberapa pejabat menjadikan pandemi untuk mencari panggung, masjid dapat menjadi pusat informasi dan tauladan yang lebih dapat dipercaya. Ini karena segala yang keluar dari masjid memiliki anatomi integral perpaduan sakral dan profan, iman dan ilmu.
Jika semua masjid menempatkan perannya seperti masjid At Taqwa Cirebon, kedisiplinan masyarakat diyakini lebih mudah terwujud. Itu artinya proses recovery kehidupan masyarakat negeri ini berpeluang berjalan lebih cepat.
Ini bukan harapan klise. Menggantung proses recovery pada masjid -jika mampu mengembangkan peran integral- memiliki pijakan rasional. Apalagi secara kuantitatif jumlah masjid di negeri ini sangat luar biasa.
Dampak sosial ekonomi pandemi Covid-19 sangat dasyat. Aktivitas ekonomi di lapisan akar rumput menuju sakratul maut. Tempat-tempat wisata misalnya yang menjadi areal masyarakat mencari nafkah sekitar tiga bulan sunyi senyap. Bangunan tempat usaha menjadi sarang laba-laba dan dipenuhi debu yang makin menebal.
Tidak salah kebijakan new normal yang pelan dimulai seperti embun segar di tengah panas membara. Namun karena kondisi pandemi belum sepenuhnya berakhir dibutuhkan kesadaran dan kedisiplinan luar biasa dari masyarakat seperti ketika masih PSBB.
Di sinilah peran masjid sangat diharapkan. Anatomi integral dari kekuatan dan kuantitas serta sebaran luar biasa sampai ke pelosok, masjid sesungguhnya dapat menjadi kekuatan penyelamat negeri ini baik dari pandemi Covid-19 maupun dampak dasyat pada sektor ekonomi serta lainnya.
Dari masjid inspirasi kedisiplinan digerakkan. Dari masjid dipacu upaya pemutusan penyebaran Covid-19. Dan dari masjid pula semangat kegairahan ekonomi diharapkan bangkit.