Oleh: Zainal Arifin, SH (*)
DUNIA sosial media (sosmed) akhir-akhir ini diramaikan dengan berita seseorang yang ditahan oleh pihak kepolisian akibat telah menghilangkan nyawa manusia karena membela diri. Misal, berita yang santer dibahas media online dan TV tahun 2018 silam, tak lain adalah seorang pemuda melawan begal di bekasi. Akibatnya, begal nahas tersebut terbunuh.
Irfan, begitulah nama pemuda tersebut, sempat ditahan oleh kepolisian. Namun tak lama berselang, pemuda tersebut dilepaskan dan kasusnya di SP3 oleh polisi. Klimaksnya, Irfan malah diberikan penghargaan.
Alasan polisi melepaskan Irfan karena tindakan pidana yang dilakulannya telah terbukti gugur oleh sebab asas Pemaaf. Berbeda nasib dengan ZA, seorang siswa di Malang yang telah membunuh begal karena menyelamatkan pacarnya (dari upaya pemerkosaan) malah dikenakan pasal berlapis. Mulai pasal 351 KUHP, 338 KUHP, dan 340 KHUP.
Proses yang dijalaninya sempat ramai diberitakan media massa baik TV maupun online. Sebelumnya, ZA telah mendapatkan diskresi pihak kepolisian sehingga mulai dari melakukan berita acara pemeriksaan (BAP), ZA tidak ditahan namun hanya dikenakan wajib lapor. Sampai proses persidangan, vonis hakim yang menyakatan ZA terbukti telah melakukan pidana sesuai dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP dengan hukuman 1 tahun pembinaan dengan bimbingan di lembaga kesejahteraan anak.
Baru-baru ini tepatnya tanggal 23 Juni 2020, di Kalimantan Selatan tepatnya di Hulu Sungai Tengah kembali terjadi hal yang sama seperti dua pemuda di atas, dimana AR (36), didatangi oleh temannya sendiri berinisial MS ke rumahnya dengan membawa sebilah golok.
Menurut berita yang dilansir dari media online apakabar.com, saat terjadi perkelahian antara MS dan AR, parang yang dibawa oleh MS lepas terjatuh dari genggaman tanganya, sehingga AR meraih dan menebaskan parang tersebut kepada MS, atas kejadian tersebut MS tewas meski sempat dilarikan ke rumah sakit daerah (RSUD) setempat.
Tidak lama setelah kejadian, AR menyerahkan diri kepada kepolisian, dan AR telah ditahan dengan dikenakan Pasal 338 dan Pasal 351 KUHP. Lantas seperti apakah penanganan proses perkaranya di kepolisian, akankah AR bebas seperti Irfan di bekasi atau dinyatakan bersalah seperti ZA di malang?
Menjawab pertanyaan tersebut, mari kita tinjau dari dua pertanyaan dasar yang menjadi polemik perdebatan di sosmed dan sebagai rujukan hukum kita, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pertama, mengenai kenapa polisi menahan dan mengenakan pasal kepada AR?, Kedua, apakah yang dilakukan AR termasuk dalam tindakan pidana yang digugurkan dengan Asas pembenar dan Pemaaf?
Pertama, kenapa Polisi menahan pelaku, karena sesuai dengan tindakan pidananya yaitu pembunuhan. Sesuai dengan Pasal 338 KUHP dan Pasal 351 ayat (3) dengan ancaman hukuman diatas 5 tahun, maka selama proses penyidikan diperkenankan menahan pelaku tindak pidana selama 20 hari pertama atau dapat ditambah paling lama 40 hari atas seizin ketua pengadilan negeri. Aturan tersebut telah sesuai dengan hukum acara pidana Pasal 24 KUHAP sampai dengan Pasal 29 KUHAP.
Selanjutnya, penyidik kepolisian berdasarkan pasal sangkaan di awal tersebut akan melakukan penyidikan, mengumpulkan bukti, meminta keterangan pelaku dan saksi-saksi agar supaya pidananya terang benderang.
Setelah berjalannya proses yang dilakukan, barulah pihak kepolisian akan menentukan apakah proses hukumnya dilanjutkan atau P21 (berkas lengkap) dan diserahakan kepada kejaksaan atau proses hukumnya disetop (SP3) karena beberapa alasan di ataranya: Pelaku pidana meninggal dunia, Pelaku pidana tidak terbukti melakukan tindakan pidana bedasarkan alat bukti dan atau saksi penunjang lainnya sesuai dengan pengaturan limitatif pada Pasal 109 ayat (2) KUHAP dan atau karena ada alasan Pembenar dan Pemaaf. Jadi, tindakan polisi sudah benar berdasarkan hukum acara pidana kita.
Selanjutnya, mari kita cermati apa itu asas pembenar dan pemaaf sesuai pasal Dalam Teori Hukum yaitu, berdasarkan Kitab Undang-undang hukum pidana, dijelaskan rinciannya sebagaimana 2 jenis alasan tersebut:
Alasan Pembenar yaitu
1. Perbuatan yang dilakukan dalam ‘keadaan darurat’ (Pasal 48 KUHP)
2. Perbuatan yang dilakukan karena pembelaan terpaksa (Pasal 49 ayat (1) KUHP)
3. Perbuatan untuk menjalankan peraturan perundang-undangan (Pasal 50 KUHP)
4. Perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 KUHP).
Sedangkan Alasan Pemaaf yaitu:
1. Perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak mampu bertanggung jawab (Pasal 44 KUHP)
2. Perbuatan yang dilakukan karena terdapat daya paksa (Pasal 48 KUHP)\
3. Perbuatan karena pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Pasal 49 ayat (2) KUHP)
4. Perbuatan yang dilakukan untuk menjalankan perintah jabatan yang tidak sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP).
Setelah Polisi menentukan jenis pidananya, pasal pidananya, melengkapi bukti pidananya, serta menelaah keterangan-keterangan saksi, maka polisi baru dapat menentukan langkah-langkah selanjutnya, yaitu apakah proses hukum dilanjutkan atau disetop tergantung daripada bukti-bukti pidana tersebut.
Jadi, jika ada berita seperti seorang korban begal ditahan polisi karena telah membunuh begal saat mempertahan diri, atau seorang wanita yang mau diperkosa dan dibunuh ditahan polisi sebab membunuh pelakunya, jangan kaget dan latah apalagi mencaci atau menuduh aparat kepolisian tidak adil, namun itulah proses hukum kita. Agar semuanya menjadi terang benderang, karena dalam asas hukum pidana dikenal istilah In criminalibus, probationes bedent esse luce clariores yang artinya: Dalam perkara pidana, bukti harus lebih terang dari cahaya/seterang cahaya. Jadi Polisi sebagai penegak hukum dalam penindakan pidana juga harus jelas, kenapa membebaskan pelaku atau menghukum pelaku. (*)
*Pengacara, praktisi hukum dan aktif di Peradi Jakarta.