SUMENEP, koranmadura.com – Untuk memutus mata rantai kemiskinan, pemerintah meluncurkan beberapa program bantuan sosial. Salah satu di antaranya ialah Program Keluarga Harapan (PKH). Bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI tersebut pun didambakan oleh masyarakat prasejahtera. Apalagi di masa pandemi Corona.
Bahkan tak sedikit masyarakat yang tergolong mampu (bisa juga keluarga perangkat) juga menginginkan sentuhan bantuan tersebut. Namun berbeda dengan Ahmaniyah ( 27 ) dan keluarganya yang berasal dari Dusun Barak Lorong, Desa Bicabi, Kecamatan Dungkek, Sumenep, Madura, Jawa Timur. Ahmaniyah dan keluarga dengan sukarela mengundurkan diri dari kepesertaan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bansos PKH.
Ibu satu anak ini menceritakan bahwa dirinya mendapatkan bantuan PKH sejak tahun 2018. Namun, ia menyatakan undur diri karena telah merasa ekonominya membaik. Termasuk suaminya juga dipercaya diangkat menjadi aparat desa. Tapi ia mengaku sangat merasakan manfaat bansos tersebut. Bantuan itu ia dan keluarga pergunakan sebaik mungkin untuk keperluan anak sekolah dan asupan gizi.
Ahmaniyah dengan tegas menyatakan keluar tanpa paksaan siapapun. Karena menurut Nia, sapaan akrabnya, ada banyak warga lain yang butuh dan ekonominya jauh di bawahnya.
“Dengan tegas saya menyatakan keluar dengan sukarela. Tanpa paksaan siapapun. Sebab saya merasa ekonomi keluarga saya sudah mulai membaik. Semoga masyarakat yang lebih layak dari saya menjadi orang beruntung mendapatkan bantuan itu. Karena saya perhatikan, masih banyak masyarakat yang lebih layak menerima daripada saya,” ucapnya saat memulai perbincangan santai bersama koranmadura.com, Selasa, 30 Juni 2020.
Nia melanjutkan, saat ini suaminya juga dipercaya jadi aparat desa. Sehingga undur diri dari peserta PKH merupakan langkah tepat. Selain itu, Nia juga sudah mulai membangun usaha rumahan. Karena bekal ilmu yang diperolehnya saat pertemuan bulanan cukup membantu dirinya untuk berusaha mandiri.
“Karena saat kegiatan pertemuan bulanan, saya dikasih bekal ilmu guna meningkatkan kemampuan keluarga. Saya serap untuk belajar mandiri. Apalagi saat ini suami saya aparat. Termasuk menabung untuk keperluan anak di masa depan,” akunya.
Selain Ahmaniyah, warga yang juga undur diri ialah Siddik, warga Dusun Paseser, Desa Bicabi, Kecamatan Dungkek, Sumenep. Siddik merupakan guru ngaji di Dusunnya. Namun, sejak jadi peserta PKH, ekonominya juga sudah mulai membaik.
Bahkan karena bansos itu, ia dan keluarga mencoba keberentungan untuk merantau ke Jakarta. Dan saat ini, dari tekad yang kuat itu, Siddik sudah punya toko di Ibu Kota. Atas alasan itulah, Siddik menyatakan undur diri juga dari KPM PKH.
Perlu Jadi Contoh
Pendamping PKH di Dungkek, Basyri mengaku sangat bahagia saat mendengar kabar ada ada dua peserta KPM binaannya yang undur diri dari PKH dengan suka rela. Sikap itu menurutnya, perlu dijadikan contoh oleh KPM lain ketika sudah mampu dan ekonominya membaik. Sehingga bansos PKH dapat diterima oleh orang yang berhak.
“Tentu sangat bahagia jika ada dua peserta yang mengundurkan diri. Berarti pendampingan kita selama ini berguna bagi KPM. Karena sangat jarang KPM PKH yang sadar untuk menolak bantuan padahal dia sudah mampu,” ujar Basyri saat dihubungi via WhatsApp, Selasa 30 Juni 2020.
Selaku pendamping, Basyri selalu mendorong kepada KPM agar graduasi mandiri dan menyadarkan KPM PKH yang terbilang mampu agar mau mengundurkan diri dari PKH.
Terkait dua warga tersebut, Basyri mengatakan sudah beberapa bulan lalu yang mengajukan proses pengundurun diri dari peserta PKH. “Sejak 6 bulan lalu mas,” ucapnya singkat. (SOE/DIK)